Kesalahan Pertama
Penisbahan isteri kepada suaminya, seperti : Suha Arafat (contoh lain dalam masyarakat Malaysia; Aida Radzwil yang dinisbahkan kepada suaminya-pent), nisbah kepada suaminya. Ini merupakan suatu kesalahan, berdasarkan firman Allah Subhanahu wa Ta’ala.
“Panggilah mereka (anak-anak angkat itu) dengan (memakai) nama bapa-bapa mereka, itulah yang lebih adil pada sisi Allah “[Al-Ahzab : 5]
Yang benar ialah Suha binti Fulan (nisbah kepada bapanya)
Kesalahan Kedua
Penyebutan sesuatu tidak menggunakan nama yang sebenarnya menurut syar’ie. seperti penyebutan riba bank diganti dengan faedah bank, khamr (arak) telah diberi nama dengan nama atau label yang banyak dan bermacam-macam, hingga ada yang menamainya minuman untuk membangkitkan semangat dan sebagainya, zina diganti dengan hubungan seks dan sebagainya.
Yang benar, seharusnya kita menyebut hal-hal tersebut berdasarkan apa yang telah Allah Subhanahu wa Ta’ala namakan. Kerana dalam penamaan (yang Allah berikan tersebut) terdapat banyak faedah. Di antaranya, agar manusia mengetahui apa-apa yang telah diharamkan Allah, baik nama ataupun sifatnya. Sehingga mereka menjauhinya, setelah mengetahui bahaya dan ancaman seksa (bagi yang menyalahi). Dan tidak timbul kesan meremehkan pada jiwa kita mengenai keharaman tersebut setelah namanya diganti.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman.
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum dikutip) jika kamu orang-orang yang beriman. Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba) maka ketahuilah, bahwa Allah dan RasulNya akan memerangimu. Dan jika kamu bertaubat (dari pengambilan riba), maka bagimu pokok hartamu ; kamu tidak menganiayai dan tidak (pula) dianiaya” [Al-Baqarah : 278]
Allah Subhanahu wa Ta’ala juga berfirman.
“Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamr, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah perbuatan keji termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan. Sesungguhnya syaitan itu bermaksud hendak menimbulkan permusuhan dan kebencian diantara kamu dengan sebab (meminum) khamr dan berjudi itu, dan menghalangi kamu dari mengingat Allah dan solat, maka berhentilah kamu (dari mengerjakan pekerjaan itu)” [Al-Maidah : 90-91]
Kemudian firman-Nya.
“Dan janganlah kamu mendekati zina, sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk” [Al-Isra : 32]
Kesalahan Ketiga
Penyebutan kata Al-Karm untuk anggur. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah melarang menyebut anggur dengan kata Al-Karm. Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.
“Janganlah kalian memanggil dengan al-Karm, tapi namakanlah al-’Inab dan al-Hablah” [HR Muslim]
Kata al-‘Inab dan al-Hablah memiliki makna yang sama, yakni anggur. Baginda Shallallahu alaiahi wa salam juga bersabda.
“Mereka menyebut al-Karm, sesungguhnya al-Karm adalah hati seorang mu’min” [HR Al-Bukhari]
Beliau melarang hal ini disebabkan lafaz Al-Karm menunjukkan akan melimpahnya kebaikan dan manfaat pada sesuatu. Dan hati seorang mukmin lebih berhak untuk itu.
Kesalahan Keempat
Memakai kun-yah (nama gelaran) Abu al-Hakam. Karena Al-Hakim adalah Allah. Maka, tidak boleh menggunakan kun-yah tersebut. Yang benar, kita mneggunakan kun-yah yang disunnahkan, seperti Abu Abdillah, Abu Abdirrahman, Abu Abd al-Hakam. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.
“Sesungguhnya nama yang paling dicintai Allah adalah Abdullah dan Abdurrahman” [HR Muslim]
Dalam hadis Al-Miqdam bin Syuraih bin Hani, ketika ia (yakni Hani) bersama kaumnya datang kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau mendengar mereka memberi kun-yah Abu al-Hakam kepadanya. Maka Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam memanggilnya, beliau berkata.
“Sesungguhnya Allah adalah Al-Hakam dan kepadaNyalah hukum kembali, maka mengapakah engkau berkun-yah dengan Abul Hakam? Ia (Hani) berkata, “Sesungguhnya jika kaumku berselisih, mereka mendatangiku lalu kuputuskan hukum diantara mereka hingga kedua belah pihak redha atas keputusanku”. Beliau berkata, “Alangkah baiknya perbuatanmu, apakah engkau memiliki anak?” Ia menjawab, “Aku memiliki Syuraih, Abdullah dan Muslim. Beliau bertanya lagi, “Siapakah yang paling besar diantara mereka?” Ia menjawab, “Syuraih”. Beliau berkata, “Kalau begitu, engkau Abu Syuraih” [HR An-Nasa’i]
Kesalahan Kelima
Memberi nama dengan nama yang mengandung unsur tazkiyah (penyucian diri), seperti : Barrah (orang yang banyak berbakti), Khalifatullah (Khalifah Allah), Wakilullah (Wakil Allah), dan sebagainya.
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang memberi nama Barrah. Beliau bersabda.
“Janganlah kalian mengatakan diri kalian suci, karena Allah lebih tahu siapa yang baik diantara kalian” [HR Muslim]
Yang benar, ialah memberi nama dengan nama-nama yang disyariatkan, seperti : Zainab, Asma, Abdullah, Abdurrahman. Ataupun nama para nabi, seperti ; Yusuf, Ibrahim dan sebagainya.
Yusuf bin Abdillah bin Salam Radhiyallahu ‘anhu mengisahkan
“Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam menghadiahkan nama Yusuf untukku. Beliau meletakkanku di pangkuannya dan beliau mengusap kepalaku” [HR Al-Bukhari dalam Al-Adabul Mufrad, hal. 248]
Juwairiyah binti Al-Harits Al-Khuza’iyyah, dahulu bernama Barrah. Kemudian Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam merubah namanya menjadi Juwairiyah, sebagaimana yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dalam Sahihnya.
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda dalam haditsnya yang lain, berkaitan dengan nama tazkiyah.
“Janganlah engkau namakan anak lelakimu dengan Rabah, Yasar, Aflah dan Nafi’” [HR Muslim]
Demikian juga dengan nama Kalifatullah ataupun Wakilullah. Arti kata al-Wakil adalah seseorang yang bertindak mewakili pihak yang mewakilkan. Sedangkan Allah tidak ada wakil bagi-Nya, dan tidak ada yang boleh menggantikan-Nya. Bahkan Dialah yang memelihara hamba-Nya, Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam bersabda.
“Ya Allah, Engkau adalah teman dalam perjalanan dan pemelihara keluarga (yang kami tinggal)” [HR Muslim]
Nabi juga melarang kita menamakan diri dengan sebutan Malikul Amlak (Raja Diraja). Beliau Shallallahu ‘Alaihi Wa Salam bersabda.
“Nama yang paling hina disisi Allah pada hari Kiamat adalah seseorang yang menamakan diri dengan sebutan Malikul Amlak (Raja Diraja)” [HR Al-Bukhari]
Kesalahan Keenam
Memberi nama dengan nama yang buruk, seperti ; Harb (perang), Sha’b (sulit, susah), Hazan (kesedihan), Ushaiyyah (maksiat), Aashiyah (wanita yang bermaksiat), Murrah (pahit) dan yang semisal dengan itu.
Yang benar, memberi nama dengan nama yang baik, seperti : Hasan, Husain, dan yang semisalnya.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam sangat menyukai nama yang baik. Beliau bertafaul (berharap kebaikan) dengan nama tersebut. Barangsiapa mhau mendalami hadis-hadis Nabi, n3scaya dia akan mencari makna-makna nama yang berkaitan dengan sunnah. Seakan-akan nama-nama itu diambil dari sunnah-sunnah itu.
Cubalah renungi sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa salam berikut.
“Ghafar adalah orang yang Allah ampuni dan Aslam adalah yang Allah selamatkan, sedangkan Ushaiyyah dialah yang bermaksiat kepada Allah dan Rasul-Nya” [HR Al-Bukhari]
Jika anda ingin mengetahui, adakah pengaruh nama bagi pemiliknya? Maka perhatikanlah kisah Said bin Al-Musayyib berikut ini.
“Dari Ibnu Al-Musayyib, dari bapanya, sesungguhnya bapanya (yakni bapa saudara Ibnu Al-Musayyib) datang menemui Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Beliau bertanya : “Siapakah namamu?”. Ia menjawab, “Hazn”. Beliau berkata, “Engkau adalah Sahl”. Ia berkata. “Aku tidak akan mengubah nama pemberian bapaku”. Ibnul Musayyib berkata : “Sejak itu kesusahan sentiasa meliputi kami” [HR Al-Bukhari]
Makna kata al-Huzunah (dalam hadits diatas, -red) adalah Al-Ghilzah (kekerasan, kesusahan) Dapat pula diertikan sebagai tanah yang keras atau tanah datar.
Dari Ibnu Umar Radhiyallahu ‘anhuma, sesungguhnya Nabi mengubah nama ‘Aashiyah. Beliau berkata, “Kamu Jamilah”.
Ketika Al-Hasan lahir, Ali menamainya Harb. Kemudian Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam datang seraya berkata : “Perlihatkan kepadaku cucuku. Apa nama yang kalian berikan pada cucuku?” Ali berkata, “Harb”. Beliau berkata, “Bahkan, namanya adalah Hasan”[HR Ahmad]
Kesalahan Ketujuh
Sebagian orang memberikan julukan attatharruf fi al-din (sikap berlebih-lebihan dalam agama) kepada mereka yang memegang agama secara mutasyadid (ekstrim)
Yang benar kita sebut ghuluw fi al-din (berlebih-lebihan dalam agama). Penyebutan ini pun diberikan, jika memang orang tersebut telah benar-benar keluar dari agama kerana sikap ghuluwnya tadi
Ahli hadits mengatakan istilah attatharruf fi al-din ini muncul pada awal abad ke lima belas hijriah. Ketika itu terjadi taubat besar-besaran para pemuda muslim. Mereka berbondong-bondong kembali kepada Allah., beriltizam (konsisten) kepada hukum-hukum dan adab-adab Islam, serta mendakwahkannya. Sebelumnya, keadaan mereka (yang ber-iltizam kepada Islam), dikatakan sebagai golongan terbelakang, taksub, jumud dan ejekan-ejekan lainnya. Maka ketahuilah, sesungguhnya agama Allah berada di pertengahan antara sikap ghuluw (berlebih-lebihan) dan sikap meremehkan.
Para ulama Islam pada setiap masa pun senantiasa melarang sikap ghuluw dalam agama, disamping mereka juga selalu mengajak kepada taubat.
Adapun pada zaman sekarang, timbangan norma telah banyak diputar-belitkan. Hingga orang yang bertaubat dan kembali kepada Allah (hal ini merupakan sesuatu yang diwajibkan oleh syari’at) disingkirkan, dengan alasan sikap berlebihan tadi. Maksudnya, agar orang-orang menjauhi mereka dan untuk melumpuhkan dakwah ilallah. Ini jelas pemikiran jahat Yahudi. Semoga Allah membinasakan mereka.
Namun sangat aneh dan menghairankan. Kaum muslimin menerima begitu saja pemikiran tadi. Tidakkah mereka berfikir dan menolaknya?
Kesalahan Kelapan
Sebagian suami memanggil isterinya dengan sebutan Ummul Mu’minin. Ini jelas haram. Kerana keadaan yang benar untuk memanggil dengan panggilan tersebut ialah si suami haruslah seorang Nabi dan isteri-isterinya adalah Ummahatul Mu’minin. Suatu kesalahan yang boleh mengakibatkan kepada kekufuran. Kerana kita harus meyakini, bahwa tidak ada nabi setelah Muhammad Shallallahu alaihi wa sallam
Ada juga suami yang memanggil isterinya dengan panggilan Madam, suatu panggilan ala Perancis yang terlarang. Kerana mengandung unsur tasyabbuh (meniru) orang kafir.
Yang benar ialah memanggil isteri dengan nama kun-yahnya seperti Ummu Abdillah, Ummu Fulan, atau dapat juga dengan panggilan zaujati (isteriku) atau ahli (keluargaku).
Wallahul hadi ila ar-rasyad.
[Disalin dari Majalah As-Sunnah Edisi 12/Tahun VI/1423H/2003M. Penerbit Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Almat Jl. Solo – Purwodadi Km. 8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183. telp. 0271-5891016]
Sumber: http://www.almanhaj.or.id/content/2457/slash/0