Oleh: Al-Ustaz Ruwaifi’ bin Sulaimi
Keadaan umat Islam yang berpecah sering memunculkan keperihatinan. Dari beberapa tokoh Islam sering muncul ajakan agar semua kelompok bersatu dalam satu wadah, tidak perlu mempermasalahkan perbezaan yang ada kerana yang penting tujuannya sama iaitu memajukan Islam. Mungkinkah umat Islam bersatu dan bagaimana caranya?
Persatuan dan perpecahan merupakan dua kata yang saling berlawanan. Persatuan ertinya sama dengan keutuhan, persaudaraan, kesepakatan, dan perkumpulan. Sedangkan perpecahan ertinya sama dengan perselisihan, permusuhan, pertentangan dan perceraian.
Persatuan merupakan perkara yang diredhai dan diperintahkan oleh Allah Ta'ala, sedangkan perpecahan merupakan perkara yang dibenci dan dilarang oleh-Nya. Allah Ta'ala berfirman (ertinya): “Dan berpegang teguhlah kalian semua dengan tali (agama) Allah, dan janganlah kalian bercerai berai.” (Ali Imran : 103)
Al Imam Al Hafizh Ibnu Katsir rahimahullah berkata: ”Allah telah memerintahkan kepada mereka (umat Islam, red) untuk bersatu dan melarang mereka dari perpecahan. Dalam banyak hadis juga terdapat larangan dari perpecahan dan perintah untuk bersatu dan berkumpul.” (Tafsir Ibnu Katsir 1/367)
Asy Syaikh Abdul Aziz bin Baaz rahimahullah berkata: “Sesungguhnya Nabi kita Muhammad sallallahu 'alaihi wasallam telah menjelaskan kepada kita satu jalan yang wajib ditempuh oleh seluruh kaum muslimin, yang merupakan jalan lurus dan manhaj bagi agama-Nya yang benar ini. Allah berfirman (ertinya):
“Dan bahawasanya (Yang Kami perintahkan ini) adalah jalanku yang lurus, maka ikutilah ia, dan janganlah kalian mengikuti jalan-jalan (yang lain), kerana jalan-jalan itu mencerai-beraikan kalian dari jalan-Nya. Yang demikian itu Allah perintahkan kepada kalian agar kalian bertaqwa.” (Al An’am: 153)
Sebagaimana pula Dia telah melarang umat Muhammad sallallahu 'alaihi wasallam dari perpecahan dan perselisihan pendapat, kerana yang demikian itu merupakan sebab terbesar dari kegagalan dan merupakan kemenangan bagi musuh. Sebagaimana firman Allah Ta'ala (artinya): “Dan berpegang teguhlah kalian semua dengan tali (agama) Allah, dan janganlah kalian bercerai berai.” (Ali Imran : 103)
“Dia telah mensyariatkan bagi kalian tentang agama, apa yang telah diwasiatkan-Nya kepada Nuh dan apa yang kami wasiatkan kepada Ibrahim, Musa, ‘Isa, iaitu: ‘tegakkanlah agama dan janganlah kalian berpecah-belah tentangnya’. Amat berat bagi orang musyrik agama yang kalian seru mereka kepada-Nya.” (Asy-Syura: 13). (Majmu’ Fataawa wal Maqaalat Mutanawwi’ah, 5/202, dinukil dari kitab Jama'ah Tabligh Wahidah Laa Jama'at, karya Asy Syaikh Robi’ bin Hadi Al-Madkholi, hal. 176)
ASAS DAN HAKIKAT PERSATUAN
Asas bagi persatuan yang diredhai dan diperintahkan oleh Allah Ta'ala, bukanlah kesukuan, organisasi, kelompok, daerah, parti dan sebagainya. Akan tetapi asasnya adalah: Al Qur’an dan Sunnah Rasullah sallallahu 'alaihi wasallam dengan pemahaman As-Salafus Soleh. Allah Ta'ala berfirman (ertinya): ”Dan berpegang teguhlah kalian semua dengan tali (agama) Allah, dan janganlah kalian bercerai berai.” (Ali Imran : 103)
Al Imam Al Qurthubi rahimahullah berkata: “Allah Ta'ala mewajibkan kepada kita agar berpegang teguh dengan kitab-Nya (Al Qur’an) dan sunnah Nabi-Nya, serta merujuk kepada keduanya di saat terjadi perselisihan. Dia juga memerintahkan kepada kita agar bersatu di atas Al Qur’an dan As Sunnah secara keyakinan dan amalan, itulah sebab keselarasan kata dan bersatunya apa yang tercerai-berai, yang dengannya akan dapat diraih maslahat dunia dan agama serta selamat dari perselisihan…”. (Tafsir Al Qurthubi, 4/105)
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah berkata: “Sebagaimana tidak ada generasi yang lebih sempurna dari generasi para sahabat, maka tidak ada pula kelompok setelah mereka yang lebih sempurna dari para pengikut mereka. Maka dari itu siapa saja yang lebih kuat dalam mengikuti hadis Rasulullah dan Sunnahnya, serta jejak para sahabat, maka ia lebih sempurna. Kelompok yang seperti ini keadaannya, akan lebih utama dalam hal persatuan, petunjuk, berpegang teguh dengan tali (agama) Allah dan lebih terjauhkan dari perpecahan, perselisihan, dan fitnah. Dan siapa saja yang menyimpang jauh dari itu (Sunnah Rasulullah dan jejak para sahabat), maka ia akan lebih jauh dari rahmat Allah dan lebih terjerumus ke dalam fitnah.”(Minhaajus Sunnah, 6/368)
Oleh kerana itu, walaupun berbeza-beza wadah, organisasi, yayasan, dan semacamnya, namun dengan syarat “tidak fanatik dengan ‘wadah’-nya dan berada satu manhaj”, berpegang teguh dengan Al Qur’an dan sunnah Rasulullah sallallahu 'alaihi wasallam dengan pemahaman para sahabat (As Salafush Shalih), maka ia tetap dinyatakan dalam koridor persatuan dan bukan bahagian dari perpecahan.
Asy Syaikh Abdul Aziz bin Baaz rahimahullah berkata: ”Tidak masalah jika mereka berkelompok-kelompok di atas jalan ini, satu kelompok di Ib dan satu kelompok di Shan’a, akan tetapi semuanya berada di atas manhaj salaf, mengikuti Al Qur’an dan As Sunnah, berdakwah di jalan Allah Ta'ala dan berintisab kepada Ahlus Sunnah Wal Jama'ah, tanpa ada sikap fanatik terhadap kelompoknya, yang demikian ini tidak mengapa, walaupun berkelompok-kelompok, asalkan satu tujuan dan satu jalan (manhaj).”(At-Tahdzir Minat Tafarruq Wal Hizbiyyah, karya Dr. Utsman bin Mu’alim Mahmud dan Dr. Ahmad bin Haji Muhammad, hal. 15)
Asy Syaikh Muhammad Nasiruddin Al Albani rahimahullah berkata: “Bila kita anggap bahawa di negeri-negeri kaum muslimin terdapat kelompok-kelompok yang berada di atas manhaj ini (manhaj salaf, pen), maka tidak termasuk kelompok-kelompok perpecahan. Sungguh ia adalah satu jama’ah, manhajnya satu, dan jalannya pun satu. Maka terpisah-pisahnya mereka di suatu negeri bukanlah kerana perbezaan pemikiran, aqidah dan manhaj, akan tetapi semata-mata perbezaan letak/tempat di negeri-negeri tersebut. Hal ini berbeza dengan kelompok-kelompok dan golongan-golongan yang ada, yang mereka itu berada di satu negeri namun masing-masing merasa bangga dengan apa yang ada pada golongannya.” (Jama'ah Wahidah Laa Jama'ah, hal. 180)
Dengan demikian, kita dapat menyimpulkan bahawa bila suatu persatuan berasaskan Al Qur’an dan sunnah Rasulullah sallallahu 'alaihi wasallam dengan pemahaman para sahabat (As Salafus Soleh) maka itulah sesungguhnya hakikat persatuan yang diredhai dan diperintahkan oleh Allah Ta'ala, walaupun dipisahkan oleh tempat.
BAHAYA PERPECAHAN
Bila kita telah mengetahui bahawa hakikat persatuan yang diredhai dan diperintahkan oleh Allah Ta'ala adalah yang berdasarkan Al Qur’an dan As Sunnah dengan pemahaman As Salafus Soleh, maka bagaimana dengan firqah-firqah (kelompok-kelompok) yang ada di masyarakat kaum muslimin, yang masing-masing berpegang dengan prinsip dan aturan kelompoknya, saling bangga satu atas yang lain, kesetiaannya dibangun di atas kongkongan ikatan kelompok, apakah sebagai benih persatuan umat, ataukah sebagai wujud perpecahan umat?
Asy Syaikh Abdul Aziz bin Baaz rahimahullah berkata: “Tidak diragukan lagi bahawa banyaknya firqah dan jama’ah di masyarakat kaum muslimin merupakan sesuatu yang diupayakan oleh syaitan dan musuh-musuh Islam dari kalangan manusia.” (Majmu’ Fatwa Wa Maqalaat Mutanawwi’ah, 5/204, dinukil dari kitab Jama’ah Wahidah Laa jama’at, hal. 177)
Beliau juga berkata: “Adapun berkelompok untuk Ikhwanul Muslimin atau jama’ah tabligh atau demikian dan demikian, kami tidak menasihatkannya, ini salah! Akan tetapi kami nasihatkan mereka semua agar menjadi satu golongan, satu kelompok, saling berwasiat dengan kebenaran dan kesabaran, serta bersandar kepada Ahlus Sunnah Wal Jama'ah.” (At Tahdzir Minattafarruq Wal Hizbiyyah, hal. 15)
Asy Syaikh Muhammad Nasiruddin Al Albani rahimahullah berkata: “Tidaklah asing bagi setiap muslim yang memahami Al Qur’an dan As Sunnah serta manhaj As Salafush Shalih, bahawasanya bergolong-golongan bukan dari ajaran Islam, bahkan termasuk yang dilarang oleh Allah Ta'ala dalam banyak ayat dari Al Qur’an Al Karim, di antaranya firman Allah Ta'ala (artinya): “Dan janganlah kalian termasuk orang-orang yang mempersekutukan Allah. Iaitu orang-orang yang memecah belah agama mereka dan mereka menjadi beberapa golongan. Tiap-tiap golongan merasa bangga dengan apa yang ada pada golongan mereka.” (Ar Rum: 31-32). (Fataawa Asy Syaikh Al Albani, karya “ ’Ukasyah Abdul Mannan, hal. 106, dinukil dari Jama'ah Wahidah Laa Jama’at, hal. 178)
Asy Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin rahimahullah berkata: “Dan tidak diragukan lagi bahawa kelompok-kelompok ini menyelisihi apa yang telah diperintahkan oleh Allah Ta'ala, bahkan menyelisihi apa yang selalu dihimbau dalam firman-Nya (artinya): “Sesungguhnya agama tauhid ini adalah agama kalian semua, agama yang satu dan Aku adalah Tuhan kalian, maka bertakwalah kepada-Ku.” (Al Mu’min: 52). Lebih-lebih tatkala kita melihat akibat dari perpecahan dan bergolong-golong ini, di mana tiap-tiap golongan mengklaim yang lainnya dengan kejelekan, cercaan, dan kefasikan, bahkan boleh lebih dari itu. Oleh kerana itu saya memandang bahawa perbuatan bergolong-golongan ini adalah perbuatan yang salah.” (At-Tahdzir Minattafarruqi wal Hizbiyyah, hal. 16)
Asy Syaikh Sholih Bin Fauzan Al- Fauzan berkata: “Agama kita adalah agama persatuan dan perpecahan bukanlah dari agama. Maka berbilangnya jama’ah-jama’ah ini bukanlah dari ajaran agama, kerana agama memerintahkan kepada kita agar menjadi satu jama’ah.” (Muraja’at fii fiqhil Waaqi’ As Siyaasi wal Fikri, karya Dr. Abdullah bin Muhammad Ar Rifa’i, hal. 44-45)
Beliau juga berkata: “Hanya saja akhir-akhir ini, muncul kelompok-kelompok yang disandarkan kepada dakwah dan bergerak di bawah kepemimpinan yang khusus, masing-masing kelompok membuat manhaj tersendiri, yang akhirnya mengakibatkan perpecahan, perselisihan dan pertentangan di antara mereka, yang tentunya ini dibenci oleh agama dan terlarang di dalam Al Qur’an dan As Sunnah.” (Taqdim / Muqaddimah kitab Jama’ah Wahidah Laa Jama’at)
Bukankah mereka juga berpegang dengan Al Qur’an dan Sunnah Rasulullah? Demikian terkadang letupan hati berbunyi.
Asy Syaikh Shalih bin Sa’ad As Suhaimi berkata: “Jika benar apa yang dinyatakan kelompok-kelompok yang amat banyak ini, bahawa mereka berpegang dengan Al Qur’an dan As Sunnah, nescaya mereka tidak akan berpecah-belah, kerana kebenaran itu hanya satu dan berbilangnya mereka merupakan bukti yang kuat atas perselisihan di antara mereka, suatu perselisihan yang muncul disebabkan masing-masing kelompok berpegang dengan prinsip yang berbeza dengan kelompok lainnya. Tatkala keadaannya demikian, pasti terjadi perselisihan, perpecahan, dan permusuhan.” (An Nashrul Aziz ‘Alaa Ar Raddil Waziz, karya Asy Syaikh Rabi’ bin Hadi Al Madkhali, hal. 46)
PERTANYAAN PENTING
1. Bagaimanakah masuk menjadi anggota kelompok-kelompok yang ada dengan tujuan ingin memperbaiki dari dalam?
Asy Syaikh Abdul Aziz bin Baaz rahimahullah berkata: “Adapun berkunjung untuk mendamaikan di antara mereka, mengajak dan mengarahkan kepada kebaikan dan menasihati mereka, dengan tetap berpijak di atas jalan Ahlus Sunnah Wal Jama'ah maka tidak apa-apa. Adapun menjadi anggota mereka maka tidak boleh. Dan jika mengunjungi Ikhwanul Muslimin atau Firqah Tabligh dan menasihati mereka kerana Allah Ta'ala seraya berkata: “Tinggalkanlah oleh kalian fanatisme, wajib bagi kalian (menerima) Al Qur’an dan As Sunnah, berpegang teguhlah dengan keduanya, bergabunglah kalian bersama orang-orang yang baik, tinggalkanlah perpecahan dan perselisihan”, maka ini adalah nasihat yang baik.” (At Tahdzir Minattafarruqi Wal Hizbiyyah, hal. 15-16)
2. Bukankah dengan adanya peringatan terhadap kelompok-kelompok yang ada dan para tokohnya, justeru semakin membuat perpecahan dan tidak akan terwujud persatuan?
Asy Syaikh Hamd bin Ibrahim Al ’Utsman berkata: “Kebanyakan orang-orang awam dari kaum muslimin kebingungan dalam permasalahan ini, mereka mengatakan: ‘Mengapa sesama ulama mereka saling memperingatkan satu dari yang lainnya?!’ Dikalangan terpelajar juga demikian, mereka meminta agar bantahan dan peringatan terhadap orang-orang yang salah dan ahlul bid’ah dihentikan demi terwujudnya persatuan dan kesatuan umat. Mereka tidak mengetahui bahawa bid’ah-bid’ah, kesalahan-kesalahan dan jalan-jalan yang berbeza-beza (dalam memahami agama ini, pen) justeru merupakan faktor utama penyebab perpecahan, dan faktor utama yang dapat mengeluarkan manusia dari jalan yang lurus, dengan tetap adanya jalan-jalan yang menyimpang itu, tidak akan terwujud persatuan selama-lamanya.” (Zajrul Mutahawin bi Dharari Qa’idah Al Ma’dzirah Watta’awun, hal.98)
NASIHAT DAN AJAKAN
Asy Syaikh ‘Ubaid bin Abdullah Al Jabiri berkata: “Tidak ada solusi dari perpecahan, terkoyaknya kekuatan dan rapuhnya barisan kecuali dengan dua perkara:
Pertama: Menanggalkan segala macam bentuk penyandaran (atau keanggotaan) yang dibangun di atas ikatan kelompok-kelompok nan sempit, yang dapat menimbulkan perpecahan dan permusuhan.
Kedua: Kembali kepada jama’ah Salafiyah (yang bermanhaj salaf, pen), kerana sesungguhnya ia adalah ajaran yang lurus, dan cahaya putih yang terang benderang, malamnya sama dengan siangnya, tidaklah ada yang tersesat darinya kecuali orang-orang yang binasa. Dia adalah Al Firqatun Najiyah (Golongan yang selamat. Pen), dan Ath Thaifah Al Manshurah (Kelompok yang ditolong dan dimenangkan oleh Allah, pen). Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah berkata: “Tidak tercela bagi siapa saja yang menampakkan manhaj salaf, berintisab dan bersandar kepadanya, bahkan yang demikian itu disepakati dan wajib diterima, kerana manhaj salaf pasti benar ….” (Tanbih Dzawil ‘Uquulis Salimah ilaa fawaida Mustanbathah Minassittatil Ushulil ‘Azhimah, Hal. 24)
Sungguh benar apa yang dinasihatkan oleh Asy Syaikh Ubaid bin Abdullah Al Jabiri, karena As Salafiyyah tidaklah sama dengan kelompok-kelompok yang ada. As Salafiyyah tidaklah di batasi (terkongkong) oleh organisasi tertentu, kelompok tertentu, daerah tertentu, pemimpin tertentu… atau suatu kongkongan hizbiyyah yang sempit, bahkan As Salafiyyah dibangun di atas Al Qur’an dan Sunnah Rasulullah sallallahu 'alaihi wasallam dengan pemahaman As Salafus Soleh. Siapapun yang berpegang teguh dengannya maka dia adalah saudara, walaupun dipisahkan oleh tempat dan waktu… Suatu ikatan suci yang dihubungkan oleh ikatan manhaj, manhaj yang ditempuh oleh Rasulullah sallallahu 'alaihi wasallam dan para sahabatnya.
Mudah-mudahan Allah Ta'ala senantiasa menjauhkan kita semua dari perpecahan dan menyatukan kita semua di atas persatuan hakiki yang berasaskan Al Qur’an dan Sunnah Rasulullah sallallahu 'alaihi wasallam dengan pemahaman Salafus Soleh, bukan persatuan semu yang dibangun di atas kepentingan kelompok, organisasi, pemimpin, dan parti. Amin Ya Mujibas Saailiin.