Khamis, 15 Oktober 2009

Mari Berkenalan Dengan Manhaj Salaf

Orang-orang yang hidup pada zaman Nabi adalah generasi terbaik dari umat ini. Mereka telah mendapat pujian langsung dari Allah dan Rasul-Nya sebagai sebaik-baik manusia. Mereka adalah orang-orang yang paling faham agama dan paling baik amalannya sehingga kepada merekalah kita wajib merujuk.

Manhaj Salaf, bila ditinjau dari sisi kalimat merupakan gabungan dari dua kata; manhaj dan salaf. Manhaj dalam bahasa Arab sama dengan minhaj, yang bermakna: Sebuah jalan yang terang lagi mudah. (Tafsir Ibnu Katsir 2/63, Al Mu’jamul Wasith 2/957).

Sedangkan salaf, menurut etimologi bahasa Arab bermakna: Siapa saja yang telah mendahuluimu dari nenek moyang dan karib kerabat, yang mereka itu di atasmu dalam hal usia dan keutamaan. (Lisanul Arab, karya Ibnu Mandhur 7/234). Dan dalam terminologi syariat bermakna: Para imam terdahulu yang hidup pada tiga abad pertama Islam, dari para sahabat Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, tabi’in (murid-murid sahabat) dan tabi’ut tabi’in (murid-murid tabi’in). (Lihat Manhajul Imam As Syafi’i fii Itsbatil ‘Aqidah, karya Asy Syaikh Dr. Muhammad bin Abdul Wahhab Al ‘Aqil, 1/55).

Berdasarkan definisi di atas, maka manhaj salaf adalah: Suatu istilah untuk sebuah jalan yang terang lagi mudah, yang telah ditempuh oleh para sahabat Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, tabi’in dan tabi’ut tabi’in di dalam memahami dinul Islam (agama Islam) yang dibawa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam. Seorang yang mengikuti manhaj salaf ini disebut dengan Salafi atau As-Salafi, jamaknya Salafiyyun atau As-Salafiyyun. Al Imam Adz-Dzahabi berkata: “As-Salafi adalah sebutan bagi siapa saja yang berada di atas manhaj salaf.” (Siyar A’lamin Nubala 6/21).

Orang-orang yang mengikuti manhaj salaf (Salafiyyun) biasa disebut dengan Ahlus Sunnah wal Jamaah kerana berpegang teguh dengan Al-Quran dan As-Sunnah dan bersatu di atasnya. Disebut pula dengan Ahlul Hadits wal Atsar kerana berpegang teguh dengan hadis dan atsar di saat orang-orang kebanyakan mengedepankan (mengunggulkan) akal. Disebut juga Al-Firqatun Najiyyah, iaitu golongan yang Allah selamatkan dari neraka (sebagaimana yang akan disebutkan dalam hadis Abdullah bin ‘Amr bin Al-‘Ash), disebut juga Ath-Thaifah Al-Manshurah, kelompok yang senantiasa ditolong dan dimenangkan oleh Allah (sebagaimana yang akan disebutkan dalam hadis Tsauban). (Untuk lebih terinci sila lihat kitab Ahlul Hadits Humuth Thaifatul Manshurah An Najiyyah, karya Asy Syaikh Dr. Rabi’ bin Hadi Al Madkhali).

Manhaj salaf dan Salafiyyun tidaklah dibatasi (terkongkong) oleh organisasi tertentu, daerah tertentu, pemimpin tertentu, parti tertentu, dan sebagainya. Bahkan manhaj salaf mengajarkan kepada kita bahawa ikatan persaudaraan itu dibangun di atas Al-Quran dan Sunnah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam dengan pemahaman Salafus Soleh. Siapa pun yang berpegang teguh dengannya maka dia saudara kita, walaupun berada di belahan bumi yang lain. Suatu ikatan suci yang dihubungkan oleh ikatan manhaj salaf, manhaj yang ditempuh oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam dan para sahabatnya.

Manhaj salaf merupakan manhaj yang wajib diikuti dan dipegang erat-erat oleh setiap muslim di dalam memahami agamanya. Mengapa? Kerana demikianlah yang dijelaskan oleh Allah di dalam Al-Quran dan demikian pula yang dijelaskan oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam di dalam Sunnahnya. Sedangkan Allah telah berwasiat kepada kita: “Kemudian jika kalian berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al-Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kalian benar-benar beriman kepada Allah dan Hari Kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagi kalian) dan lebih baik akibatnya.” (An-Nisa’: 59)

Adapun ayat-ayat Al-Quran yang menjelaskan agar kita benar-benar mengikuti manhaj salaf adalah sebagai berikut:

1. Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman : “Tunjukilah kami jalan yang lurus. Jalannya orang-orang yang telah Engkau beri nikmat.” (Al-Fatihah: 6-7)

Al-Imam Ibnul Qayyim berkata: “Mereka adalah orang-orang yang mengetahui kebenaran dan berusaha untuk mengikutinya…, maka setiap orang yang lebih mengetahui kebenaran serta lebih konsisten dalam mengikutinya, tentu ia lebih berhak untuk berada di atas jalan yang lurus. Dan tidak diragukan lagi bahawa para sahabat Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, mereka adalah orang-orang yang lebih berhak untuk menyandang sifat (gelar) ini daripada orang-orang Rafidhah.” (Madaarijus Saalikin, 1/72).

Penjelasan Al-Imam Ibnul Qayyim tentang ayat di atas menunjukkan bahawa para sahabat Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, yang mereka itu adalah Salafus Soleh, merupakan orang-orang yang lebih berhak menyandang gelar “orang-orang yang telah diberi nikmat oleh Allah” dan “orang-orang yang berada di atas jalan yang lurus”, karena betapa dalamnya pengetahuan mereka tentang kebenaran dan betapa konsistennya mereka dalam mengikutinya. Gelar ini menunjukkan bahawa manhaj yang mereka tempuh dalam memahami dinul Islam ini adalah manhaj yang benar dan di atas jalan yang lurus, sehingga orang-orang yang berusaha mengikuti manhaj dan jejak mereka, bererti telah menempuh manhaj yang benar, dan berada di atas jalan yang lurus pula.

2. Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman: “Dan barangsiapa menentang Rasul setelah jelas baginya kebenaran, dan mengikuti selain jalannya orang-orang mukmin, kami biarkan ia leluasa bergelimang dalam kesesatan dan kami masukkan ia ke dalam Jahannam, dan Jahannam itu seburuk-buruk tempat kembali.” (An-Nisa’: 115)

Al-Imam Ibnu Abi Jamrah Al-Andalusi berkata: “Para ulama telah menjelaskan tentang makna firman Allah (di atas): ‘Sesungguhnya yang dimaksudkan dengan orang-orang mukmin disini adalah para sahabat Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam dan generasi pertama dari umat ini, kerana mereka merupakan orang-orang yang menyambut syariat ini dengan jiwa yang bersih. Mereka telah menanyakan segala apa yang tidak difahami (darinya) dengan sebaik-baik pertanyaan, dan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam pun telah menjawabnya dengan jawaban terbaik. Baginda terangkan dengan keterangan yang sempurna. Dan mereka pun mendengarkan (jawaban dan keterangan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam tersebut), memahaminya, mengamalkannya dengan sebaik-baiknya, menghafalkannya, dan menyampaikannya dengan penuh kejujuran. Mereka benar-benar mempunyai keutamaan yang agung atas kita. Yang mana melalui merekalah hubungan kita boleh bersambung dengan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, juga dengan Allah Subhanahu Wa Ta’ala.’” (Al-Marqat fii Nahjissalaf Sabilun Najah hal. 36-37)

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah berkata: “Dan sungguh keduanya (menentang Rasul dan mengikuti selain jalannya orang-orang mukmin –red) adalah saling berkaitan, maka siapa saja yang menentang Rasul sesudah jelas baginya kebenaran, pasti dia telah mengikuti selain jalan orang-orang mukmin. Dan siapa saja yang mengikuti selain jalan orang-orang mukmin maka dia telah menentang Rasul sesudah jelas baginya kebenaran.” (Majmu’ Fatawa, 7/38).

Setelah kita mengetahui bahawa orang-orang mukmin dalam ayat ini adalah para sahabat Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam (As-Salaf), dan juga kaitan yang erat antara menentang Rasul dengan mengikuti selain jalan orang-orang mukmin, maka dapatlah disimpulkan bahawa mahu tidak mahu, kita wajib mengikuti “manhaj salaf”, jalannya para sahabat.

Sebab apabila kita menempuh selain jalan mereka di dalam memahami dinul Islam ini, bererti kita telah menentang Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam dan akibatnya sungguh mengerikan… akan dibiarkan berleluasa bergelimang dalam kesesatan… dan kesudahannya masuk ke dalam neraka Jahannam, seburuk-buruk tempat kembali… na’udzu billahi min dzaalik.

3. Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman: “Dan orang-orang yang terdahulu lagi pertama-tama (masuk Islam) dari kalangan Muhajirin dan Anshar, serta orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah redha kepada mereka dan mereka pun redha kepada Allah, dan Allah menyediakan bagi mereka syurga-syurga yang mengalir di dalamnya sungai-sungai, mereka kekal abadi di dalamnya. Itulah kemenangan yang besar.” (At-Taubah: 100).

Dalam ayat ini Allah Subhanahu Wa Ta’ala tidak mengkhususkan redha dan jaminan jannah (surga)-Nya untuk para sahabat Muhajirin dan Anshar (As-Salaf) semata, akan tetapi orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik pun mendapatkan redha Allah dan jaminan surga seperti mereka.

Al-Hafiz Ibnu Katsir berkata: “Allah Subhanahu Wa Ta’ala mengkhabarkan tentang keredhaan-Nya kepada orang-orang yang terdahulu dari kalangan Muhajirin dan Anshar, serta orang-orang yang mengikuti jejak mereka dengan baik, dan Dia juga mengkhabarkan tentang ketulusan redha mereka kepada Allah, serta apa yang telah Dia sediakan untuk mereka dari jannah-jannah (surga-surga) yang penuh dengan kenikmatan, dan kenikmatan yang abadi.” (Tafsir Ibnu Katsir, 2/367).

Ini menunjukkan bahawa mengikuti manhaj salaf akan mengantarkan kepada ridha Allah dan jannah Allah Subhanahu Wa Ta’ala.

فَإِنْ ءَامَنُوا بِمِثْلِ مَا ءَامَنْتُمْ بِهِ فَقَدِ اهْتَدَوْا وَإِنْ تَوَلَّوْا فَإِنَّمَا هُمْ فِي شِقَاقٍ 

Ertinya : “Maka jika mereka beriman kepada apa yang kamu telah beriman kepadanya, sungguh mereka telah mendapat petunjuk; dan jika mereka berpaling, sesungguhnya mereka berada dalam permusuhan (dengan kamu).” (Al-Baqarah: 137)

Adapun hadis-hadis Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam adalah sebagai berikut:

1. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda: “Sesungguhnya barang siapa di antara kalian yang hidup sepeninggalku nanti maka dia akan melihat perselisihan yang banyak. Oleh kerana itu wajib bagi kalian untuk berpegang teguh dengan sunnahku, dan sunnah Al-Khulafa’ Ar-Rasyidin yang terbimbing, berpeganglah erat-erat dengannya dan gigitlah ia dengan gigi-gigi geraham…” (Sahih, HR Abu Dawud, At-Tirmidzi, Ad-Darimi, Ibnu Majah dan lainnya dari sahabat Al-‘Irbadh bin Sariyah. Lihat Irwa’ul Ghalil, hadits no. 2455).

Dalam hadits ini dengan tegas dinyatakan bahawa kita akan menyaksikan perselisihan yang begitu banyak di dalam memahami dinul Islam, dan jalan satu-satunya yang membawa kepada keselamatan ialah dengan mengikuti sunnah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam dan sunnah Al-Khulafa’ Ar-Rasyidin (Salafus Soleh). Bahkan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam memerintahkan agar kita senantiasa berpegang teguh dengannya.

Al-Imam Asy-Syathibi berkata: “Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam -sebagaimana yang engkau saksikan- telah menyertakan bersama sunnah Al-Khulafa’ Ar-Rasyidin dengan sunnah baginda, dan bahawasanya di antara konsekuensi mengikuti sunnah baginda adalah mengikuti sunnah mereka…, yang demikian itu kerana apa yang mereka sunnahkan benar-benar mengikuti sunnah nabi mereka atau mengikuti apa yang mereka fahami dari sunnah baginda Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, baik secara global mahupun secara terperinci, yang tidak diketahui oleh selain mereka.” (Al-I’tisham, 1/118).

2. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda : “Terus menerus ada sekelompok kecil dari umatku yang senantiasa tampil di atas kebenaran. Tidak akan memudharatkan mereka orang-orang yang menghinakan mereka, sampai datang keputusan Allah dan mereka dalam keadaan seperti itu.” (Sahih, HR Al-Bukhari dan Muslim, lafaz hadis ini adalah lafaz Muslim dari sahabat Tsauban, hadis no. 1920).

Al-Imam Ahmad bin Hanbal berkata (dalam mentafsirkan hadis di atas): “Kalau bukan Ahlul Hadits, maka aku tidak tahu siapa mereka?!” (Syaraf Ashhabil Hadits, karya Al-Khatib Al Baghdadi, hal. 36).

Al-Imam Ibnul Mubarak, Al-Imam Al-Bukhari, Al-Imam Ahmad bin Sinan Al-Muhaddits, semuanya berkata tentang tafsir hadits ini: “Mereka adalah Ahlul Hadits.” (Syaraf Ashhabil Hadits, hal. 26, 37). Asy Syaikh Ahmad bin Muhammad Ad-Dahlawi Al-Madani berkata: “Hadis ini merupakan tanda dari tanda-tanda kenabian (Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam), di dalamnya baginda telah menyebutkan tentang keutamaan sekelompok kecil yang senantiasa tampil di atas kebenaran, dan setiap masa dari zaman ini tidak akan lengang dari mereka. Baginda Shallallahu ‘Alaihi Wasallam mendoakan mereka dan doa itupun terkabul. Maka Allah ‘Azza Wa Jalla menjadikan pada tiap masa dan zaman, sekelompok dari umat ini yang memperjuangkan kebenaran, tampil di atasnya dan menerangkannya kepada umat manusia dengan sebenar-benarnya keterangan. Sekelompok kecil ini secara yakin adalah Ahlul Hadits insya Allah, sebagaimana yang telah disaksikan oleh sejumlah ulama yang tangguh, baik terdahulu ataupun di masa kini.” (Tarikh Ahlil Hadits, hal 131).

Ahlul Hadits adalah nama lain dari orang-orang yang mengikuti manhaj salaf. Atas dasar itulah, siapa saja yang ingin menjadi sebahagian dari “kelompok kecil” yang disebutkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam dalam hadis di atas, maka dia wajib mengikuti manhaj salaf.

3. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda: “…. Umatku akan terpecah belah menjadi 73 golongan, semuanya masuk ke dalam neraka, kecuali satu golongan. Baginda ditanya: ‘Siapa dia wahai Rasulullah?’. Baginda menjawab: golongan yang mengikuti aku dan para sahabatku.” (Hasan, riwayat At-Tirmizi dalam Sunannya, Kitabul Iman, Bab Iftiraqu Hadzihil Ummah, dari sahabat Abdullah bin ‘Amr bin Al ‘Ash).

Asy-Syaikh Ahmad bin Muhammad Ad-Dahlawi Al-Madani berkata: “Hadis ini sebagai nas (dalil–red) dalam perselisihan, kerana ia dengan tegas menjelaskan tentang tiga perkara:

Pertama, bahawa umat Islam sepeninggalan baginda akan berselisih dan menjadi golongan-golongan yang berbeza pemahaman dan pendapat di dalam memahami agama. Semuanya masuk ke dalam neraka, kerana mereka masih terus berselisih dalam masalah-masalah agama setelah datangnya penjelasan dari Rabb Semesta Alam.

Kedua, kecuali satu golongan yang Allah selamatkan, kerana mereka berpegang teguh dengan Al-Quran dan Sunnah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam dan mengamalkan keduanya tanpa adanya takwil dan penyimpangan.

Ketiga, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam telah menentukan golongan yang selamat dari sekian banyak golongan itu. Ia hanya satu dan mempunyai sifat yang khusus, sebagaimana yang telah dijelaskan oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam sendiri (dalam hadis tersebut) yang tidak lagi memerlukan takwil dan tafsir. (Tarikh Ahlil Hadits hal 78-79).

Tentunya, golongan yang ditentukan oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam itu adalah yang mengikuti manhaj salaf, kerana mereka di dalam memahami dinul Islam ini menempuh suatu jalan yang Rasulullah dan para sahabatnya berada di atasnya.

Berdasarkan beberapa ayat dan hadis di atas, dapatlah diambil suatu kesimpulan, bahawa manhaj salaf merupakan satu-satunya manhaj yang wajib diikuti di dalam memahami dinul Islam ini, kerana:

1. Manhaj salaf adalah manhaj yang benar dan berada di atas jalan yang lurus.

2. Mengikuti selain manhaj salaf bererti menentang Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, yang mengakibatkan akan diberi keleluasaan untuk bergelimang di dalam kesesatan dan tempat kembalinya adalah Jahannam.

3. Orang-orang yang mengikuti manhaj salaf dengan sebaik-baiknya, pasti mendapat redha dari Allah dan tempat kembalinya adalah syurga yang penuh dengan kenikmatan, kekal abadi di dalamnya.

4. Manhaj salaf adalah manhaj yang mesti dipegang erat-erat, tatkala bermunculan pemahaman-pemahaman dan pendapat-pendapat di dalam memahami dinul Islam, sebagaimana yang diwasiatkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam.

5. Orang-orang yang mengikuti manhaj salaf, mereka adalah sekelompok dari umat ini yang senantiasa tampil di atas kebenaran, dan senantiasa mendapatkan pertolongan dan kemenangan dari Allah Subhanahu Wa Ta’ala.

6. Orang-orang yang mengikuti manhaj salaf, mereka adalah golongan yang selamat kerana mereka berada di atas jalan yang ditempuh oleh Rasulullah dan para sahabatnya. Oleh kerana itu, tidaklah menghairankan jika:

1. Al-Imam Abdurrahman bin ‘Amr Al-Auza’i berkata: “Wajib bagimu untuk mengikuti jejak salaf walaupun banyak orang menolakmu, dan hati-hatilah dari pemahaman/pendapat tokoh-tokoh itu walaupun mereka memperkemaskannya untukmu dengan kata-kata (yang indah).” (Asy-Syari’ah, karya Al-Imam Al-Ajurri, hal. 63).

2. Al-Imam Abu Hanifah An-Nu’man bin Tsabit berkata: “Wajib bagimu untuk mengikuti atsar dan jalan yang ditempuh oleh salaf, dan berhati-hatilah dari segala yang diada-adakan dalam agama, kerana ia adalah bid’ah.” (Shaunul Manthiq, karya As Suyuthi, hal. 322, saya nukil dari kitab Al-Marqat fii Nahjis Salaf Sabilun Najah, hal. 54).

3. Al Imam Abul Mudhaffar As Sam’ani berkata: “Syi’ar Ahlus Sunnah adalah mengikuti manhaj salafush shalih dan meninggalkan segala yang diada-adakan (dalam agama).” (Al Intishaar li Ahlil Hadits, karya Muhammad bin Umar Bazmul hal. 88).

4. Al-Imam Qawaamus Sunnah Al-Ashbahani berkata: “Barangsiapa menyelisihi sahabat dan tabi’in (salaf) maka dia sesat, walaupun banyak ilmunya.” (Al-Hujjah fii Bayaanil Mahajjah, 2/437-438, saya nukil dari kitab Al-Intishaar li Ahlil Hadits, hal. 88)

5. Al-Imam As-Syathibi berkata: “Segala apa yang menyelisihi manhaj salaf, maka ia adalah kesesatan.” (Al Muwafaqaat, 3/284), saya nukil melalui Al-Marqat fii Nahjis Salaf Sabilun Najah, hal. 57).

6. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah berkata: “Tidak tercela bagi siapa saja yang menampakkan manhaj salaf, berintisab dan bersandar kepadanya, bahkan yang demikian itu disepakati wajib diterima, kerana manhaj salaf pasti benar.” (Majmu’ Fatawa, 4/149). Beliau juga berkata: “Bahkan syi’ar Ahlul Bid’ah adalah meninggalkan manhaj salaf.” (Majmu’ Fatawa, 4/155).

Semoga Allah Subhanahu Wa Ta’ala senantiasa membimbing kita untuk mengikuti manhaj salaf di dalam memahami dinul Islam ini, mengamalkannya dan berteguh diri di atasnya, sehingga bertemu dengan-Nya dalam keadaan husnul khatimah. Amin yaa Rabbal ‘Alamin. Wallahu a’lamu bish shawaab.

(Dikutip dari tulisan Al Ustadz Ruwaifi’ bin Sulaimi Al Atsari, Lc, judul asli Mengapa Harus Bermanhaj Salaf, rubrik Manhaji, Majalah Asy Syariah. Url sumber http://www.asysyariah.com/syariah.php?menu=detil&id_online=82)