Rabu, 20 Oktober 2010

Talbis Salafi Haraki

Oleh: Ustaz Arif Fathul Ulum bin Ahmad Saifulloh

MUQADDIMAH

Talbis (pencampuradukkan) antara haq dan batil adalah cara-cara ahli bid’ah dari masa ke masa. Ini kerana suatu bid’ah jika berupa kebatilan yang murni maka tidak mungkin akan diterima oleh manusia, bersegeralah setiap orang membantah dan mengingkarinya. Seandainya bid’ah itu kebenaran yang murni maka bukanlah merupakan bid’ah, tetapi adalah sunnah. Maka bid’ah dapat tersebar di kalangan manusia kerana kebatilan yang terkandung di dalamnya diselimuti dengan sedikit kebenaran.

Di antara model talbis yang telah dilakukan oleh para hizbiyyin adalah menggabungkan antara kekufuran, kebid’ahan dan kesesatan zaman ini dengan ajaran-ajaran Islam, seperti demokrasi Islami, sandiawara Islami, nyanyian Islami, parti Islami, dan “sederet nama-nama Islami” yang lainnya. Tidak berhenti di situ sahaja, bahkan mereka juga hendak mengaburkan kaum muslimin dari manhaj yang lurus, manhaj Salafus Soleh, dengan mencampuradukkan antara manhaj salaf dengan manhaj harakah yang bid’ah yang dikemas dengan nama baru “Salafi Haraki”. Dengan cara ini mereka hendak mengajak para pengikut Salafus Soleh untuk berpaling dari manhaj Salaf dan menganut manhaj Haraki yang bid’ah!

Mengingat akan bahaya yang besar di balik syubhat ini, maka dalam pembahasan kali ini kami berusaha menyingkap syubhat mereka ini sebagai nasihat kepada kaum muslimin.


FIKRAH SALAFI HARAKI

Fikrah (pemikiran) “Salafi Haraki” atau “Harakah Sunniyah” adalah fikrah yang hendak menggabungkan antara manhaj Salaf Ahli Sunnah wal Jama’ah dengan manhaj Haraki yang bid’ah. Di antara pembawa fikrah ini adalah Hasan Al-Banna ketika mensifati manhaj Ikhwanul Muslimin adalah: Dakwah salafiyyah,… tarekat sunniyyah …. Hakikat sufiyyah ….” (Majmu’atu Rasa’il Hasan Al-Banna hal. 122)

Abdul Aziz bin Nashir Al-Jalil berkata: “Kami menghendaki sebuah manhaj dakwah yang tegak di atas Salafiyyatul manhaj wa asriyyatul muwajahah (manhaj salaf dan sikap modern)!!.. Dengan manhaj yang menyeluruh dan Salafiyyah modern!! Kita akan dapat selamat dan akan selamat aqidah kita yang kukuh dari kian merosak dan pencampuran.” (Waqafat Tarbawiyyah hal. 161-162)

Muhammad Badri berkata: “Jama’ah Ahli Sunnah adalah jama’ah yang menyeru anggota-anggota harakah Islamiyah untuk berpegang teguh dengannya, dialah jama’ah yang umum dan luas ..” (Majalah Al-Bayan yang terbit di London edisi 28 hal. 15)

Ahmad Salam berkata; “Adapun tujuan yang hendak saya capai dalam pembahasan ini –atau bahagian di dalamnya- adalah yang terangkum dalam beberapa point berikut: …. 3. Mengembalikan ikatan hubungan harakah Islammiyyah dengan asas-asas manhaj salaf.” (Ma’ Anna Alaihi wa Ashabi hal.222)

Perkaaan Ahmad Salam ini dinukil oleh Majalah Harakah Sunniyyah As-Silmi Edisi 12 Rejab 1427H / Ogos 2006M di halaman-halaman akhir setelah bahagian Panduan Haraki [1] Majalah ini diterbitkan oleh PT MIM [2] yang berada di bawah naungan Yayasan Al-Huda Ciomas Bogor.

JANGANLAH KAMU MENCAMPURADUKKAN ANTARA HAK DAN BATIL!

Pemikiran yang hendak menggabungkan antara manhaj salafi dengan manhaj Haraki adalah pemikiran yang sangat berbahaya, kerana menjurus kepada percampuran antara hak dan batil, sedangkan Allah Subhanahu wa Ta’ala telah berfirman dalam KitabNya.

Maksudnya: “Dan janganlah kamu campuradukkan yang hak dengan yang batil dan janganlah kamu sembunyikan yang hak ini sedang kamu mengetahui.” (Al-Baqarah: 42)

Qatadah berkata tentang tafsir ayat ini: “Janganlah kamu campuradukkan agama Yahudi dan Nasrani dengan agama Islam, padahal kamu mengetahui bahawa agama Allah yang hak adalah Islam dan bahawasanya agama Yahudi dan Nasrani yang kamu pegang sekarang ini adalah agama yang bid’ah dari Allah!” (Tafsir Ibnu Katsir 1/109)

Maka kami katakan kepada para pembawa fikrah Salafi-Haraki: Janganlah kamu campuradukkan manhaj Haraki dengan manhaj Salafi, padahal kamu mengetahui bahawa manhaj yang hak adalah manhaj Salafi dan bahawasanya manhaj Haraki adalah manhaj yang bid’ah!

TOKOH-TOKOH HARAKI MENGAKUI KEBENARAN MANHAJ SALAFI

Benarkah bahawa para pembawa fikrah Salafi-Haraki ini mengetahui bahawa manhaj yang hak adalah manhaj Salaf? Berikut ini akan kami nukilkan perkataan tokoh-tokoh mereka tentang hal ini:

Hasan Al-Bana berkata: “Wahai kaum, kami menyeru kamu kepada Kitabullah di tangan kanan dan Sunnah Rasulullah di tangan kiri, dan teladan kita adalah amal dari Salafus Soleh.” (Majmu’atu Rasa’il, hal.40)

Abdullah Azzam berkata: "Adapun aqidah Salafus Soleh maka ia adalah aqidah ahli Kitab wa Sunnah dan sesungguhnya aku dibesarkan atas aqidah ini dan aku terus di atasnya dengan anugrah Allah, dan aku berharap agar Allah meneguhkanku di atasnya dan mematikanku di atasnya. Dan sesungguhnya yang memusuhi aqidah Salafus Soleh maka dia memusuhi agama ini bahkan dia bukanlah seorang muslim dan sesungguhnya tujuan kami adalah membela aqidah ini dengan izin Allah.” (Majalah Mauqif edisi 68 tarikh 10 Jumadil Akhir 1410H)

ANTARA MANHAJ SALAFI DAN MANHAJ HARAKI

Dasar perbezaan diantara manhaj Salafi dan manhaj Haraki adalah di dalam metode berdakwah: “Salafiyyin menjadikan rujukan mereka di dalam berdakwah adalah dakwah para rasul, sedangkan metode dakwah harakiyyin sangat terpengaruh dengan situasi dan keadaan.”

Harakiyun menjadikan tujuan utama dakwah mereka untuk menegakkan “khilafah”. Inilah yang menjadikan mereka mengerahkan segala daya dan upaya untuk memperkuatkan ahli-ahli (massa) dalam jumlah yang besar untuk merebut kekuasaan. Upaya untuk memperkuat ahli-ahli ini bukanlah perkara yang mudah, kerana ahli-ahli yang hendak mereka kumpulkan memiliki keyakinan dan pemikiran yang beraneka ragam. Ada yang menyembah batu, ada yang menyembah pohon, ada yang menyembah kubur, ada yang mengikuti aqidah Sufiyah, Asy'ariyah, Mu’tazilah, Jahmiyah dan sebagainya. Untuk mendapatkan simpati dan dokongan dari ahli-ahli, maka mahu tidak mahu mestilah mengikuti kehendak mereka, dengan tidak mengusik aqidah-aqidah mereka yang batil dan jalan mereka yang sesat, yang penting para haraki ini boleh mendapatkan suara sebanyak mungkin dan dokongan sekuat mungkin dari ahli-ahlinya.

Hasan Al-Banna berkata: “Hal yang paling penting sekarang ini yang hendaknya perhatian kaum muslimin diarahkan kepadanya adalah wajibnya mempersatukan barisan dan menyatukan kalimah dengan sekuat tenaga.” (Majmu’atu Rasa’il hal. 452)

Seorang tokoh haraki yang lain, Hasan At-Turabi, mengatakan: “Hendaklah kita biarkan para penyembah kubur tawaf di kubran-kuburan hingga kita dapat mencapai kubah parlemen!” (Majalah Al-Istiqomah, bulan Rabi’ul Awal 1408H hal. 26)

Adapun Salafiyun maka mereka tidak memandang kepada sedikit dan banyaknya jumlah, dan tidak ada dalil yang menunjukkan atas sikap diam dari kesyirikan dengan alasan untuk mendapat dokongan ahli-ahlinya. Adapun kekuasaan dan kemenangan adalah pemberian Allah bagi hamba-hambaNya yang bertakwa sebagai balasan atas istiqamah mereka dalam agamaNya, Allah Subhanahu wa Ta’ala telah berfirman.

Maksudnya: “ …. Bahawasanya bumi ini diwarisi hamba-hambaKu yang soleh” (Al-Anbiya: 105)

Dan Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman.

Maksudnya: “ … Mohonlah pertolongan kepada Allah dan bersabarlah ; sesungguhnya bumi (ini) kepunyaan Allah ; diwariskanNya kepada siapa yang dikehendakiNya dan dari hamba-hambaNya, dan kesudahan yang baik adalah bagi orang-orang yang bertakwa” (Al-A’raf: 128)

Allah telah mengingatkan kita jangan sampai terperdaya dengan jumlah ahli yang banyak. Dia berfirman

Maksudnya: “Dan jika kamu menuruti kebanyakan orang-orang di muka bumi ini, nescaya mereka akan menyesatkanmu dari jalan Allah …” (Al-An’am: 116)

PENEGAKKAN HUKUM ALLAH ANTARA MANHAJ SALAFI DAN MANHAJ HARAKI

Para tokoh haraki selalu berbicara tentang pengkafiran setiap penguasa yang memakai undang-undang wadh’i (buatan manusia). Mereka mengkafirkan setiap penguasa yang tidak menerapkan hukum Allah, tanpa perincian lebih lanjut apakah penguasa tersebut mengingkari wajibnya berhukum dengan hukum Allah atau masih mengakui wajibnya berhukum dengan hukum Allah [3]. Langkah berikutnya yang mereka tempuh adalah pencanangan jihad ofensif (serangan) melawan para penguasa yang sudah dihukumi kafir ini dengan melancarkan gerakan-gerakan rahasia [4] atau gerakan-gerakan politik [5]

Dengan dua harakah/gerakan ini (pengkafiran penguasa dan jihad ofensif melawan penguasa ,-red) bolehkah para harakiyin ini menegakkan hukum Allah?? Realiti yang ada menunjukan mereka tidak memberikan manfaat apa-apa kepada kaum muslimin, bahkan tidak juga memberi manfaat kepada diri-diri mereka sendiri. Yang ada adalah kekejaman, penumpahan darah, dan fitnah di mana-mana. Hukum-hukum Islam tidak juga tegak di tangan mereka, bahkan tidak juga pada diri mereka, bahkan semakin banyak penyelewengan-penyelewengan syar’i yang mereka lakukan. Tidak henti-hentinya kita mendengar dari mereka aqidah-aqidah dan pemikiran yang menyeleweng dari Kitab dan Sunnah, amalan-amalan yang melanggar syar’i, lebih dari itu sepak terjang mereka yang selalu gagal dan menyelisihi syari’at.

Adapun Salafiyun maka mereka berusaha menempuh jalan yang telah dicontohkan oleh Rasulillah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Adalah merupakan hal yang dimaklumi oleh setiap muslim yang pernah membaca sirah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, bahawa di saat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam berdakwah di tengah-tengah orang-orang Quraisy yang tidak behukum dengan hukum Allah, bahkan mereka berhukum kepada toghut di kabilah-kabilah mereka, apakah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam melancarkan dakwah dengan dua harakah di atas? Tidak! Bahkan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam memulai langkah baginda dengan mendakwahkan tauhid dan melarang kaumnya dari kesyirikan berupa peribadatan terhadap orang-orang soleh yang sudah mati yang mereka wujudkan dalam bentuk Latta, Uzza, Manat dan yang lainnya. Kemudian satu persatu dari mereka memenuhi seruan dakwah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, hingga kemudian kaum muslimin mendapat pertentangan yang keras dan siksaan yang berat dari kaum musyrikin di Mekah, kemudian datanglah perintah hijrah yang pertama dan kedua…., hingga Allah meneguhkan Islam di Madinah [6]

GHAZWUL FIKRI DAN SOLUSINYA ANTARA MANHAJ SALAFI DAN MANHAJ HARAKI

Salafiyun tidaklah lalai dan menutup mata dari usaha-usaha ghazwul fikri (perang pemikiran) yang dilancarkan secara terus menerus oleh musuh-musuh Islam. Allah telah mengisyaratkan ghazwul fikri ini dalam kitabNya dan sekaligus menyebutkan tujuan utama ghazwul fikri ini, Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman.

Maksudnya: “Mereka ingin supaya kamu menjadi kafir sebagaimana mereka telah menjadi kafir, lalu kamu menjadi sama (dengan mereka)..” (An-Nisa: 89)

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah memperingatkan umatnya dari ghazwul fikri ini dan melarang umatnya dari meniru orang-orang kafir, di dalam kekhususan-kekhususan orang-orang kafir, untuk menjaga keperibadian dan karakteristik seorang muslim. Telah datang hadis-hadis yang melarang kaum muslimin dari wala` (kesetiaan), kecintaan, dan taklid kepada orang-orang kafir, demikian juga Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan setiap muslim agar menyelisihi orang-orang kafir dalam segala hal seperti masalah pakaian, tingkah laku dan sebagainya. Inilah solusi satu-satunya terhadap ghazwul fikri kerana syari’at Islam penuh dengan perbendaharaan-perbendaharaan yang sangat berharga, mencakup seluruh gerak-geri seorang muslim tentang bagaimana dia bergaul dengan saudaranya sesama muslim, bagaimana bergaul dengan orang kafir, bagaimana bergaul dengan tetangga, bagaimana bersikap terhadap wanita yang bukan mahram, bagaimana bergaul dengan anak dan isteri, bagaimana dia menaiki kendaraan, bagaimana sepetutnya pemikirannya, bagaimana dia berpakaian, bagaimana dia berdagang, dan secara ringkas seperti yang disabdakan oleh Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam.

“Sesungguhnya tidaklah ada sesuatu yang mendekatkan kamu ke syurga melainkan telah aku perintahkan kepada kamu, dan tidaklah ada sesuatu yang mendekatkan kamu ke neraka melainkan telah aku larang kamu darinya” (Diriwayatklan oleh Abu Bakar Al-Haddad dalam Muntakhab min Fawaid Ibnu Aluwiyyah Al-Qattan hal. 168 dan Ibnu Marduwiyah dalam Tsalatsatu Majalis hal. 188, dihasankan oleh Syaikh Al-Albani dalam Silsilah Sahihah 6/865)

Semua hal inilah yang semestinya memenuhi kehidupan seorang muslim dan pemikirannya, sehingga tidak meninggalkan tempat bagi pemikiran-pemikiran yang diselundupi dari luar kecuali yang sejalan dengan Islam, inilah usaha kita dalam membentengi dan menyelamatkan diri dari ghazwul fikri.

Adapun orang-orang haraki, mereka begitu lantang mengingatkan umat dari ghazwul fikri di dalam pembicaraan-pembicaraan dan tulisan-tulisan mereka, tetapi tanpa memberikan solusi yang tersebut di atas. Bahkan mereka begitu meremehkan terhadap orang-orang yang mereka pandang mengutamakan penampilan-penampilan Islami yang diperintahkan oleh Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam seperti memanjangkan janggut, memendekkan kain seluar di atas buku lali, hijab bagi wanita, dan menyelisihi orang-orang kafir di dalam berpakaian, mereka katakan bahawa hal tersebut lebih mementingkan kulit daripada isi!!! Mereka membuat bid’ah dengan membahagi-bahagikan agama menjadi qusyur (kulit) dan lubab (isi)!

Seorang tokoh haraki yang masyhur, Muhammad Al-Ghazali, tulisan-tulisannya penuh dengan ejekan kepada penampilan-penampilan Islami tersebut, dia katakan sebagai kulit (!), perkara yang tidak berguna (!), sikap keanak-anakkan (!), dan perkataan-perkataan yang kotor lainnya. Tetapi yang sangat menghairankan bahawa perpustakaan-perpustakaan Islam penuh dengan tulisan-tulisan Muhammad Al-Ghazali tentang bahaya ghazwul fikri!

FULAN AQIDAHNYA SALAFI TAPI MANHAJNYA HARAKI?!

Syaikh Dr Muhammad bin Umar Bazmul hafizahullahu berkata: “Sebahagian orang mengatakan: ‘Fulan Salafi aqidahnya tetapi manhajnya bukan Salafi’, demikianlah mereka katakan. Ucapan ini mengandung kekeliruan yang besar, kerana sesungguhnya aqidah (keyakinan)nya, barangsiapa memiliki aqidah tertentu maka pasti manhaj dan jalannya beranjak dari keyakinan tersebut. Barangsiapa yang memiliki keyakinan bahawa aqidah adalah perkara yang diada-adakan dalam agama, dan bahawasanya para ahli bid’ah adalah bahaya yang mengancam kaum muslimin dalam agamanya, bagaimana dia menyikapi para ahli bid’ah? Tentunya dia akan menyikapi mereka sesuai dengan keyakinannya pada mereka, tidaklah logik kalau dia menyikapi mereka ini dengan manhaj yang menyelisihi keyakinannya tentang mereka. Maka sesungguhnya ucapan di atas menyelisihi realiti. Ucapan di atas membawa pemahaman yang keliru iaitu bahawasanya aqidah hanyalah bab-bab tertentu, sebagaimana sebahagian orang menyangka bahawa aqidah hanyalah masalah asma dan ahkam, serta asma wa sifat, barangsiapa yang mengikuti Salaf dalam masalah-masalah ini dan menyelisihi Salaf dalam masalah-masalah yang lainnya, maka aqidahnya sudah benar, sehingga dia dikatakan Salafi dari segi aqidah dan bukan Salafi (tetapi haraki) dalam manhaj!! Orang seperti ini telah berbuat kesalahan di dalam kebenaran aqidahnya, dia perlu belajar pemahaman yang benar tentang hakikat aqidah” (Ibarat Muhimah, hal. 11)

PENUTUP

Kami akhiri pembahasan ini dengan nasihat-nasihat para ulama tentang masalah ini.

Syaikh Al-Allamah Soleh bin Fauzan Al-Fauzan hafizahullahu berkata: “Menamakan diri dengan Salafiyah tidak mengapa jika benar-benar demikian keadaannya, adapaun jika penamaan tersebut hanya sekadar penamaan tanpa bukti, maka tidak boleh menamakan diri dengan Salafiyah padahal dia tidak berada di atas manhaj Salaf… Orang yang mengaku sebagai ahli sunnah, hendaklah dia mengikuti jalan Ahli Sunnah wal Jama’ah dan meninggalkan jalan orang-orang yang menyeleweng. Adapun jika dia hendak mengumpulkan antara Dhab dan ikan Nun, iaitu mengumpulkan antara binatang padang pasir dengan binatang lautan, maka ini hal yang mustahil, atau menggabungkan antara api dan air dalam satu daun timbangan. Maka tidak akan berkumpul antara Ahli Sunnah al Jama’ah bersama mazhab orang-orang yang menyelisihi mereka seperti; Khawarij, Mu’tazilah dan Hizbiyyin seperti orang yang mereka namakan sebagai muslim modern, iaitu orang yang hendak menggabungkan antara kesesatan-kesesatan modern dengan manhaj Salaf” (Ajwibah Mufidah, hal.18-19)

Beliau juga berkata: “Yang kami wasiatkan pada diri kami dan para saudara-saudara kami adalah: Hendaklah selalu bertakwa kepada Allah, berpegang teguh kepada manhaj Salafus Soleh, menjauhi bid’ah dan ahlinya, memberikan perhatian yang besar kepada aqidah sahihah (yang benar) dan ma’rifat (pengetahuan) tentang kesyirikan, dan mengambil ilmu dari para ulama yang terpercaya dalam ilmu dan aqidah mereka. Demikian juga, hendaknya berwaspada dan menjauhi para da’i suu’ (jahat) yang mencampuradukkan antara yang hak dan yang batil dan menyembunyikan yang hak padahal mereka mengetahui.” (Ajwibah mufidah, hal. 119)

Syaikh Al-Allamah Rabi' bin Hadi Al-Madkhali hafizahullah berkata: “Saya menasihati orang yang mengatakan perkataan ini dan yang semisalnya agar bertakwa kepada Allah dan menjelaskan kepada kaum muslimin manhaj Salafi yang sahih, janganlah mencampuradukkan agama ini dengan manhaj Sayyid Qutub dan yang semisalnya, kerana manhaj Salafi dan manhaj Sayyid Qutub –seorang mubtadi (ahli bid’ah) yang tenggelam ke dalam kebid’ahan dan kesesatan- tidaklah keduanya melainkan dua hal yang kontradiksi yang tidak akan dapat bertemu di dalam manhaj dan tidak juga dalam aqidah. Bertaqwalah kamu pada para pemuda umat ini, jadilah kamu sebagai orang-orang yang jujur dan menjauhi sikap membela dan menjunjung ahli bid’ah, jauhilah tadlis (penyamaran untuk menutupi hakikat dari sebuah kebatilan), hendaklah kamu memberi penjelasan dengan penjelasan yang terang dan jelas yang merupakan jalan para anbia` 'alaihimushsolatu was sallam, Allh Subhanahu wa ta’ala berfirman.

Maksudnya: “Kami tidak mengutus seorang rasul pun, melainkan dengan bahasa kaumnya, supaya dia dapat memberi penjelasan dengan terang kepada mereka…” (Ibrahim ; 4)” (Dari kaset Ajwibah ‘ala As’ilah Manhajiyah bertarikh 9 Syawal 1419H)

(Pembahasan ini banyak menukil dari kitab Thariq Ila Jama’atil umm oleh Syaikh Utsman Abdussalam Nuh)
(Disalin dari Majalah Al-Furqan Edisi 06 Tahun VI/Muharram 1428H (Februari 2007), Diterbitkan Lajnah Dakwah Ma’had Al-Furqan, Alamat Maktabah Ma’had Al-Furqan, Srowo Sidayu Gresik Jatim 61153)

__________
Nota Kaki:
  1. Di akhir nukilan disebutkan keterangan tentang Ahmad Sallam, iaitu bahawa dia adalah seorang penulis yang banyak menuangkan pandangan tentang dakwah dan manhaj berdasarkan tariqah (jalan) Ahlus Sunnah wal Jama’ah, dan dia adalah penulis (?!) di majalah Al-Asholah, Urdun (Jordan) (yang diterbitkan oleh Syaikh Muhammad Musa Alu Nasr, Syaikh Ali bin Hasan Al-Halabi dan yang lainnya, pen). Keterangan majalah (As-Silmi) tersebut tentang Ahmad Sallam ini adalah keterangan yang keliru, kerana yang benar dia adalah seorang Haraki yang banyak mencela para ulama Salafiyyin, memuji kelompok Ikhwanul Muslimin, membela para tokoh bid’ah seperti Hasan Al-Banna, Sayyid Qutub dan Adnan Ar’ur, serta menganut manhaj Muwazanah yang bid’ah. Ahmad Sallam ini dikatakan oleh Syaikh Ubaid Al-Jabiri hafizahullahu sebagai orang Qutubi, dan Ahmas Sallam ini telah ditahzir dan dijelaskan kesalahannya oleh banyak ulama seperti Syaikh Muhammad bin Soleh Al-Utsaimin, Syaikh Soleh Al-Luhaidan, Syaikh Ahmad bin Yahya An-Najmi, Syaikh Ali bin Hasan Al-Halabi, dan yang lainnya. Lihat kaset Kasyfu Litsam an Mukhalafati Ahmad Sallam kumpulan dari jawapan para Syaikh dan kitab Tahdzirul Anam min Akhta’i Ahmad Sallam oleh Abu Nur bin Hasan bin Muhammad Al-Kurdi dengan kata pengantar Syaikh Ubaid Al-Jabiri. 
  2. Penerbit buku Membongkar Kedok Salafiyun Sempalan yang penuh dengan celaan dan kedustaan terhadap manhaj Salaf dan para ulama Salafiyyin. Lihat bantahan terhadap buku ini dalam majalah Al-Furqan Th 6 Edisi 5 Dzulhijjah 1427H 
  3. Adapun para ulama Ahli Sunnah wal Jama’ah telah sepakat bahawa barangsiapa yang berhukum dengan selain hukum Allah dari undang-undang buatan manusia dan hukum-hukum jahiliah, dengan mengingkari wajibnya berhukum dengan hukum Allah, atau berpendapat bahawasanya hukum Allah tidak relevan dengan zaman sekarang, atau berpendapat sama saja berhukum dengan hukum Allah atau dengan yang lainnya, maka orang ini keluar dari Islam secara keseluruhan. Demikian juga para ulama Ahli Sunnah sepakat bahawa siapa sahaja yang berhukum dengan selain hukum Allah dengan mengakui wajibnya berhukum dengan hukum Allah dan tidak megingkarinya, maka dia belum sampai kepada kekufuran yang mengeluarkannya dari Islam (Lihat Fiqh Siyasah Syar’iyyah hal. 86). Kesepakatan ulama Ahli Sunnah ini tidak diterima oleh para Harakiyyin, mereka tetap berkeras pada pendirian mereka dan menghukumi orang yang mengikuti perincian hukum di atas sebagai orang-orang Murji’ah seperti yang tercantum dalam Majalah Haraki An-Najah Surakarta Edisi 12/Th I Rajab 1427H / Ogos 2006. Tentang bantahan kepada mereka dalam masalah ini lihat pembahasan Tafsir Ibnu Abbas terhadap “Ayat Hukum” dalam Majalah Al-Furqan Th. 6 Edisi 5 Dzul-Hijjah 1427H bahagian Manhaj. 
  4. Dengan tanzim sirri (jaringan rahsia). Lihat pembahasan Tanzim Sirri dalam Majalah Al-Furqan Thn 5 Edisi 10 bahagian Manhaj 
  5. Dengan membentuk parti sebagai sarana merebut kekuasaan. Dua langkah inilah yang ditempuh oleh seorang tokoh haraki yang paling masyhur iaitu Hasan Al-Banna, dia menyusun gerakan rahsia yang bernama Jaringan Khusus pada tahun 1940M dan pada tahun 1942M dia membawa kelompok Ikhwanul Muslimin untuk ikut pilihan raya Mesir. Mahmud Ash-Shobbagh seorang tokoh Ikhwanul Muslimin dalam kitabnya Tanzhim Khash, menyebutkan bahawa di antara tugas Jaringan Khusus adalah melakukan pengeboman dan pembunuhan dalam rangka penggulingan kekuasaan. Ternyata dua langkah yang ditempuh oleh Hasan Al-Banna ini diikuti oleh para haraki di seluruh dunia, termasuk Indonesia. 
  6. Inilah jalan yang ditempuh oleh Salafiyyun dari zaman ke zaman, seperti dakwah Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah di Jazirah Arabia yang –dengan izin Allah- menghasilkan sebuah negeri yang berlandaskan kepada hukum Allah iaitu Daulah Su’udiyyah. Lihat pembahasan Dakwah Salafiyyah dan Daulah Su’udiyyah dalam majalah Al-Furqan Thn 5 Edisi 9 bahagian manhaj.

Disunting semula oleh: Abu Soleh