Isnin, 28 September 2009

Al-Qawa’id Al-Arba’: Empat Kaedah Mengetahui Fenomena Kesyirikan


Asy-Syeikh Muhammad bin Abdul Wahab

Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Aku meminta kepada Allah Yang Maha Pemurah, Rabbnya Arsy yang besar, agar Dia menjadikan anda sebagai wali-Nya di dunia dan di akhirat, menjadikan anda sebagai orang yang diberkati dimanapun anda berada dan menjadikan anda termasuk golongan orang-orang yang jika diberikan sesuatu maka dia bersyukur, jika ditimpakan ujian maka dia bersabar, dan jika dia berdosa maka segera meminta ampunan. Kerana ketiga sifat ini merupakan tanda kebahagiaan hidup seseorang.

Ketahuilah –semoga Allah Ta'ala memberikan tuntunan kepada anda-, sesunguhnya al-hanifiah adalah agamanya Nabi Ibrahim: iaitu anda beribadah kepada Allah Subhanahu wata'ala dengan mengikhlaskan ibadah kepada-Nya. Sebagaimana yang Allah Ta’ala firmankan:


﴿وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالإِنسَ إِلاَّ لِيَعْبُدُونِِ﴾

"Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah kepada-Ku”. (Surah Adz-Dzariyaat: 56).


Dan bila Anda telah mengetahui bahawasanya Allah Ta'ala menciptakan anda untuk beribadah kepada-Nya, maka ketahuilah: Bahawa ibadah itu tidak dianggap ibadah kecuali bila disertai dengan tauhid. Sebagaimana solat, tidaklah dianggap sebagai solat kecuali jika disertai dengan bersuci. Kerananya jika ibadah dicampuri syirik, maka rosaklah ibadah itu, sebagaimana rosaknya solat bila disertai adanya hadats.

Kalau anda sudah mengetahui bahawa ibadah yang bercampur dengan kesyirikan akan merosakkan ibadah itu sendiri, bahawa hal itu menyebabkan terhapusnya semua amalan pelakunya (musyrik) dan menyebabkan pelakunya menjadi orang-orang yang kekal di dalam api neraka.

Kalau anda sudah mengetahui semua perkara di atas, nescaya anda akan mengetahui bahawa perkara yang terpenting untuk anda ketahui adalah mempelajari masalah ini (kesyirikan), semoga dengannya Allah berkenan membebaskan anda dari jaring-jaring kerosakan ini. Iaitu kesyirikan kepada Allah Ta'ala, yang Allah Ta'ala telah berfirman tentangnya:

﴿إِنَّ اللَّهَ لاَ يَغْفِرُ أَنْ يُشْرَكَ بِهِ وَيَغْفِرُ مَا دُونَ ذَلِكَ لِمَنْ يَشَاءُ﴾

"Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang berada di bawah itu (yang selain syirik), bagi siapa yang dikehendaki-Nya." (Surah An-Nisaa': 116)


Pengetahuan akan hal ini (kesyirikan) akan mampu diraih dengan memahami 4 kaedah yang telah Allah nyatakan dalam Kitab-Nya.

KAEDAH PERTAMA

Anda harus meyakini bahawa orang-orang kafir yang diperangi oleh Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, mereka meyakini bahawa Allah Ta’ala adalah Pencipta, dan yang mengatur segala urusan. Meskipun demikian, hal itu tidaklah lantas menyebabkan mereka masuk ke dalam agama Islam. Dalilnya adalah firman Allah Ta’ala:

﴿قُلْ مَنْ يَرْزُقُكُمْ مِنْ السَّمَاءِ وَالأَرْضِ أَمَّنْ يَمْلِكُ السَّمْعَ وَالأَبْصَارَ وَمَنْ يُخْرِجُ الْحَيَّ مِنْ الْمَيِّتِ وَيُخْرِجُ الْمَيِّتَ مِنْ الْحَيِّ وَمَنْ يُدَبِّرُ الأَمْرَ فَسَيَقُولُونَ اللَّهُ فَقُلْ أَفَلاَ تَتَّقُونَ﴾

"Katakanlah: 'Siapa yang memberi rezeki kepadamu dari langit dan bumi, atau siapa yang kuasa [menciptakan] pendengaran dan penglihatan, dan siapa yang mengeluarkan yang hidup dari yang mati dan mengeluarkan yang mati dari yang hidup (menghidupkan dan mematikan), dan siapa yang mengatur segala urusan?' Maka mereka (kaum musyrikin) akan menjawab:'Allah'. Maka katakanlah: 'Mengapa kalian tidak bertakwa [kepada-Nya]”. (Surah Yunus: 31).


KAEDAH KEDUA

Mereka (musyrikin) berkata: "Kami tidak berdo'a dan tidak menyerahkan ibadah kepada mereka (sembahan selain Allah) kecuali untuk meminta qurbah (mendekatkan diri kepada Allah) dan syafaat (mereka nantinya akan memberi syafa'at kepada kami, pent.)

Dalil tentang pendekatan diri adalah firman Allah Ta'ala:

﴿وَالَّذِينَ اتَّخَذُوا مِنْ دُونِهِ أَوْلِيَاءَ مَا نَعْبُدُهُمْ إِلاَّ لِيُقَرِّبُونَا إِلَى اللَّهِ زُلْفَى إِنَّ اللَّهَ يَحْكُمُ بَيْنَهُمْ فِي مَا هُمْ فِيهِ يَخْتَلِفُونَ إِنَّ اللَّهَ لاَ يَهْدِي مَنْ هُوَ كَاذِبٌ كَفَّارٌ﴾

"Dan orang-orang yang mengambil pelindung selain Allah (berkata):"Kami tidak menyembah mereka melainkan supaya mereka mendekatkan kami kepada Allah dengan sedekat-dekatnya". Sesungguhnya Allah akan memutuskan di antara mereka tentang apa yang mereka berselisih padanya. Sesungguhnya Allah tidak menunjuki orang-orang yang pendusta dan sangat ingkar". (Surah Az-Zumar: 3).


Adapun dalil tentang syafa'at adalah firman Allah Ta'ala:

﴿وَيَعْبُدُونَ مِنْ دُونِ اللَّهِ مَا لاَ يَضُرُّهُمْ وَلاَ يَنْفَعُهُمْ وَيَقُولُونَ هَؤُلاَءِ شُفَعَاؤُنَا عِنْدَ اللَّهِ﴾

"Dan mereka menyembah selain Allah apa yang tidak dapat mendatangkan kemudharatan kepada mereka dan tidak pula kemanfa'atan, dan mereka (musyrikin) berkata: "Mereka (sembahan selain Allah) itu adalah pemberi syafa'at kepada kami di sisi Allah". Katakanlah:"Apakah kamu mengkhabarkan kepada Allah apa yang tidak diketahui-Nya di langit dan tidak [pula] di bumi" Maha Suci Allah dan Maha Tinggi dari apa yang mereka mempersekutukan [itu]”. (Surah Yunus: 18).


Syafa'at itu ada 2 jenis:

1. Syafa'at manfiyah (yang ditolak keberadaannya).


2. Syafa'at mutsbatah (yang ditetapkan keberadaannya).


Syafa'at manfiyah adalah syafa'at yang diminta kepada selain Allah Subhanahu wata'ala, pada perkara yang tidak seorang pun sanggup memberikannya kecuali Allah. Dalilnya adalah firman Allah Ta’ala:

﴿يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَنفِقُوا مِمَّا رَزَقْنَاكُمْ مِنْ قَبْلِ أَنْ يَأْتِيَ يَوْمٌ لا بَيْعٌ فِيهِ وَلا خُلَّةٌ وَلا شَفَاعَةٌ وَالْكَافِرُونَ هُمْ الظَّالِمُونَ﴾

"Hai orang-orang yang beriman, belanjakanlah [di jalan Allah] sebahagian dari rezeki yang telah Kami berikan kepada kalian sebelum datang hari yang pada hari itu tidak ada lagi jual beli dan tidak ada lagi persahabatan yang akrab dan tidak ada lagi syafa'at. Dan orang-orang kafir itulah orang-orang yang zalim”. (Surah Al-Baqarah : 254).


Syafa'at mutsbatah adalah syafa'at yang diminta dari Allah Subhanahu wata'ala. Makhluk yang memberikan syafa'at itu dimuliakan (oleh Allah) dengan (kemampuan memberikan) syafa'at, sedangkan yang akan diberikan syafa'at adalah orang yang Allah redhai baik ucapan mahupun perbuatannya, itupun setelah Allah mengizinkan. Sebagaimana dalam firman Allah Ta’ala:

﴿مَنْ ذَا الَّذِي يَشْفَعُ عِنْدَهُ إِلاَّ بِإِذْنِهِ﴾

"Siapakah yang mampu memberi syafa'at di sisi Allah tanpa izin-Nya?". (Surah Al-Baqarah : 255).


KAEDAH KETIGA

Sesungguhnya Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam diutus kepada manusia yang beraneka ragam dalam cara penyembahan mereka. Di antara mereka ada yang menyembah para malaikat, di antara mereka ada yang menyembah para nabi dan orang-orang soleh, di antara mereka ada yang menyembah pohon-pohon dan batu-batu serta di antara mereka ada pula yang menyembah matahari dan bulan. Akan tetapi mereka semua diperangi oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, dan baginda tidak membeza-bezakan di antara mereka. Dalilnya adalah firman Allah Ta’ala:

﴿وَقَاتِلُوهُمْ حَتَّى لاَ تَكُونَ فِتْنَةٌ وَيَكُونَ الدِّينُ لِلَّهِ﴾

"Dan perangilah mereka sehingga tidak ada lagi fitnah, dan agama ini menjadi milik Allah semuanya". (Surah Al-Baqarah : 193).


Dalil (akan adanya penyembahan kepada) matahari dan bulan adalah firman Allah Ta’ala:

﴿وَمِنْ آيَاتِهِ اللَّيْلُ وَالنَّهَارُ وَالشَّمْسُ وَالْقَمَرُ لاَ تَسْجُدُوا لِلشَّمْسِ وَلاَ لِلْقَمَرِ﴾

"Dan sebahagian dari tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah malam, siang, matahari dan bulan. Janganlah bersujud kepada matahari dan janganlah [pula] kepada bulan, tetapi bersujudlah kepada Allah Yang menciptakannya, jika kamu hanya kepada-Nya saja menyembah". (Surah Fushilat : 37).


Dalil (akan adanya penyembahan kepada para) malaikat adalah firman Allah Ta’ala:

﴿وَلاَ يَأْمُرَكُمْ أَنْ تَتَّخِذُوا الْمَلاَئِكَةَ وَالنَّبِيِّينَ أَرْبَابًا﴾

"Dan dia (Muhammad) tidak pernah memerintahkan kalian untuk menjadikan para malaikat dan para nabi sebagai sembahan-sembahan". (Surah Ali Imran: 80).


Dalil (akan adanya penyembahan kepada para) Nabi adalah firman Allah Ta’ala:

﴿وَإِذْ قَالَ اللَّهُ يَا عِيسَى ابْنَ مَرْيَمَ أَأَنتَ قُلْتَ لِلنَّاسِ اتَّخِذُونِي وَأُمِّي إِلَهَيْنِ مِنْ دُونِ اللَّهِ قَالَ سُبْحَانَكَ مَا يَكُونُ لِي أَنْ أَقُولَ مَا لَيْسَ لِي بِحَقٍّ إِنْ كُنتُ قُلْتُهُ فَقَدْ عَلِمْتَهُ تَعْلَمُ مَا فِي نَفْسِي وَلاَ أَعْلَمُ مَا فِي نَفْسِكَ إِنَّكَ أَنْتَ عَلَّامُ الْغُيُوبِ﴾

"Dan [ingatlah] ketika Allah berfirman:"Hai 'Isa putera Maryam, adakah kamu mengatakan kepada manusia: "Jadikanlah aku dan ibuku dua orang Tuhan yang disembah selain Allah". 'Isa menjawab: "Maha Suci Engkau, tidaklah patut bagiku mengatakan apa yang bukan hakku [mengatakannya]. Jika aku pernah mengatakannya maka tentulah Engkau telah mengetahui apa yang ada pada diriku dan aku tidak mengetahui apa yang ada pada diri-Mu. Sesungguhnya Engkau Maha Mengetahui perkara yang ghaib." (Surah Al-Maidah : 116).


Dalil (akan adanya penyembahan kepada) orang-orang shaleh adalah firman Allah Ta’ala:

﴿أُوْلَئِكَ الَّذِينَ يَدْعُونَ يَبْتَغُونَ إِلَى رَبِّهِمْ الْوَسِيلَةَ أَيُّهُمْ أَقْرَبُ وَيَرْجُونَ رَحْمَتَهُ وَيَخَافُونَ عَذَابَهُ... ﴾

" Orang-orang yang mereka seru itu, mereka sendiri mencari jalan kepada Rabb mereka siapa di antara mereka yang lebih dekat [kepada Allah] dan mengharapkan rahmat-Nya dan takut akan azab-Nya.” (Surah Al-Isra` : 57).


Dalil (akan adanya penyembahan kepada) pepohonan dan bebatuan adalah firman Allah Ta’ala:

﴿أَفَرَأَيْتُمْ اللاَّتَ وَالْعُزَّى (19) وَمَنَاةَ الثَّالِثَةَ الأُخْرَى﴾

“Bagaimana pendapat kalian tentang Al-Lata dan Al-Uzza, serta Manat yang ketiga.” (QS. An-Najm: 19-20)


Dan hadits Abi Waqid Al-Laitsi, dia berkata:

"Kami keluar bersama Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam menuju (perang) Hunain, dan ketika itu kami baru saja lepas dari kekafiran (muallaf). Sementara itu, orang-orang musyrikin mempunyai sebuah pohon bidara yang mereka jadikan tempat berdiam (i’tikaf) di sisinya dan mereka dapat menggantungkan senjata-senjata mereka di situ (untuk mencari keberkatan sebelum perang, pent). Pohon itu dikenal dengan nama Dzatu Anwath (Yang mempunyai tali-tali untuk menggantung). Kami kemudian melalui pohon bidara itu, lalu sebahagian dari kami mengatakan: "Wahai Rasulullah, buatlah bagi kami Dzatu Anwath sebagaimana mereka (musyrikin) mempunyai Dzatu Anwath….” sampai akhir hadits.


KAEDAH KEEMPAT

Sesungguhnya kaum musyrikin di zaman kita (masa Syeikh Muhammad bin Abdul Wahab, pent) lebih parah kesyirikannya dibandingkan (kesyirikan) kaum musyrikin zaman dahulu (masa Nabi, pent). Kerana kaum musyrikin zaman dahulu mereka berbuat syirik ketika mereka dalam keadaan lapang dan mereka mengikhlaskan (ibadah kepada Allah) ketika mereka dalam keadaan sempit.

Sedangkan orang-orang musyrik di zaman kita, kesyirikan mereka berlangsung terus menerus, baik dalam keadaan lapang mahupun dalam keadaan sempit. Dalilnya adalah firman Allah Ta’ala:

﴿فَإِذَا رَكِبُوا فِي الْفُلْكِ دَعَوْا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ فَلَمَّا نَجَّاهُمْ إِلَى الْبَرِّ إِذَا هُمْ يُشْرِكُونَ﴾

"Maka apabila mereka naik kapal mereka berdo'a kepada Allah dengan memurnikan keta'atan kepada-Nya, maka tatkala Allah menyelamatkan mereka sampai ke darat, tiba-tiba mereka kembali mempersekutukan [Allah]. " (Surah Al-Ankabut: 65).



*Dinukil dengan suntingan dari Ebook Abu Harun As-Salafy; http://sunniy.wordpress.com (download)