Rabu, 30 Januari 2008

ANTARA SUNNAH-SUNNAH YANG TELAH DITINGGALKAN


Pada hari ini lebih ramai orang meninggalkan sunnah dan mengambil yang bukan sunnah untuk di amalkan. Sedangkan banyaknya sunnah nabi yang ditinggalkan untuk kita amalkan. Apalah gunanya rasul jika tidak diikuti sunnahnya yang telah disyariatkan. Di sini ada 18 sunnah di antara sunnah-sunnah yang telah ditinggalkan. Bersama-samalah kita amalkan semula sunnah tersebut.

Di antara sunnah-sunnah yang diajarkan oleh Rasulullah adalah berdo'a. Di dalam berbagai kegiatan yang kita lakukan, disunnahkan bagi kita untuk membaca do'a/dzikir padanya. Di antaranya adalah:


1. Do'a Memakai Baju/Pakaian


Kaum muslimin, rahimakumullaah. Hendaklah setiap kali kita memakai baju, baik gamis, baju koko, jaket, kaos ataupun jenis baju lainnya, kita membaca:


الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِيْ كَسَانِيْ هَذَا (الثَّوْبَ) وَرَزَقَنِيْهِ مِنْ غَيْرِ حَوْلٍ مِنِّيْ وَلاَ قُوَّةٍ


"Segala puji bagi Allah yang telah memakaikan kepadaku pakaian ini dan yang telah memberikan rizki pakaian ini kepadaku tanpa ada daya dan kekuatan dariku." (HR. Abu Dawud, At-Tirmidziy dan Ibnu Majah, lihat Irwaa`ul Ghaliil 7/47)


2. Do'a Memakai Baju Baru


Ketika kita memakai baju/pakaian yang baru maka disunnahkan untuk membaca:


اللَّهُمَّ لَكَ الْحَمْدُ أَنْتَ كَسَوْتَنِيْهِ، أَسْأَلُكَ مِنْ خَيْرِهِ وَخَيْرِ مَا صُنِعَ لَهُ، وَأَعُوْذُ بِكَ مِنْ شَرِّهِ وَشَرِّ مَا صُنِعَ لَهُ


"Ya Allah, segala puji hanya untuk-Mu. Engkau telah memakaikan pakaian ini kepadaku. Aku meminta kepada-Mu akan kebaikannya dan kebaikan yang dibuat untuknya. Dan aku berlindung kepada-Mu dari kejelekannya dan kejelekan yang dibuat untuknya." (HR. Abu Dawud, At- Tirmidziy dan Al-Baghawiy, lihat Mukhtashar Syamaa`il At-Tirmidziy karya Asy-Syaikh Al-Albaniy hal.47)


Kita meminta kepada Allah kebaikan pakaian dikarenakan pakaian itu bisa digunakan sebagai sarana untuk beribadah kepada-Nya. Sebaliknya kita meminta perlindungan dari kejelekannya karena pakaian itu bisa menjadi sebab berbuat durhaka kepada-Nya seperti adanya perasaan 'ujub, sombong dan sejenisnya.


3. Mendo'akan Orang yang Memakai Baju Baru


Apabila kita melihat orang lain, saudara ataupun teman kita memakai baju baru, maka disunnahkan bagi kita untuk mendo'akannya. Adapun do'anya adalah:


تُبْلِي وَيُخْلِفُ اللهُ تَعَالَى


"Semoga berumur panjang, dipakai sampai usang dan diganti dengan yang lebih baik oleh Allah Ta'ala." (HR. Abu Dawud 4/41, lihat Shahih Abu Dawud 2/760)

Atau membaca:


اِلْبَسْ جَدِيْدًا، وَعِشْ حَمِيْدًا، وَمُتْ شَهِيْدًا


"Pakailah (pakaian) yang baru, hiduplah dengan terpuji, dan matilah sebagai orang yang syahid." (HR. Ibnu Majah 2/1178 dan Al-Baghawiy 12/41, lihat Shahih Ibnu Majah 2/275)


4. Do'a ketika Melepas Baju


Apabila kita melepas baju/pakaian, hendaklah kita membaca:

بِسْمِ اللهِ


"Dengan nama Allah." (HR. At-Tirmidziy 2/505 dan lainnya, lihat Irwaa`ul Ghaliil no.49 dan Shahiihul Jaami' 3/203)


5. Do'a Masuk Tandas


Do'a masuk tandas atau kamar mandi dan tempat-tempat sejenisnya dibaca sebelum masuk. Karena kita dilarang membaca Al-Qur`an, berdzikir, berdo'a atau membaca Asma`ul Husna di tempat yang kotor dan najis seperti tandas.


Apabila kita akan masuk tandas atau kamar mandi, maka ucapkanlah:

بِسْمِ الله للَّهُمَّ إِنِّيْ أَعُوْذُ بِكَ مِنَ الْخُبُثِ وَالْخَبَائِثِ


"Dengan nama Allah. Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari (gangguan) syaithan laki-laki dan syaithan perempuan." (HR. Al-Bukhariy 1/45 dan Muslim 1/283, dan tambahan basmalah di awalnya, itu diriwayatkan oleh Sa'id bin Manshur, lihat Fathul Baari 1/244)


6. Do'a Keluar dari Tandas


Apabila kita telah keluar dari tandas atau kamar mandi, maka disunnahkan untuk membaca:


غُفْرَانَكَ


"(Aku memohon) ampunan-Mu." (HR. Abu Dawud, At-Tirmidziy dan Ibnu Majah, An-Nasa`iy di dalam 'Amalul Yaum wal Lailah, lihat takhrij Zaadul Ma'aad 2/387)


7. Dzikir Sebelum Wudhu`


Apabila kita mau berwudhu` maka bacalah:


بِسْمِ اللهِ


"Dengan nama Allah." (HR. Abu Dawud, Ibnu Majah dan Ahmad, lihat Irwaa`ul Ghaliil 1/122)


8. Dzikir Setelah Selesai Wudhu`


Apabila selesai dari wudhu` maka disunnahkan bagi kita untuk membaca:


أَشْهَدُ أَنْ لاَّ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ


"Aku bersaksi bahwasanya tidak ada tuhan yang berhak diibadahi kecuali Allah satu-satu-Nya, tidak ada sekutu bagi-Nya. Dan aku bersaksi bahwasanya Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya." (HR. Muslim 1/209)


Atau ditambah dengan membaca:


اللَّّهُمَّ اجْعَلْنِيْ مِنَ التَّوَّابِيْنَ وَاجْعَلْنِيْ مِنَ الْمُتَطَهِّرِيْنَ


"Ya Allah, jadikanlah aku termasuk orang-orang yang bertaubat dan jadikanlah aku termasuk orang-orang yang selalu bersuci." (HR. At-Tirmidziy 1/78, lihat Shahih At-Tirmidziy 1/18)


Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam menjelaskan keutamaannya, "Tidaklah salah seorang dari kalian berwudhu` lalu menyempurnakan wudhu`nya kemudian mengucapkan, "Aku bersaksi ... ." kecuali akan dibukakan untuknya lapan pintu surga, dia akan masuk dari pintu manapun yang dia sukai." (HR. Muslim 1/209)


9. Dzikir Keluar dari Rumah


Apabila kita keluar dari rumah maka disunnahkan untuk membaca:


تَوَكَّلْتُ عَلَى اللهِ، وَلاَ حَوْلَ وَلاَ قُوَّةَ إِلاَّ بِالله ِبِسْمِ اللهِ


"Dengan nama Allah, aku hanya bertawakkal kepada Allah. Dan tidak ada daya dan kekuatan kecuali dengan pertolongan Allah." (HR. Abu Dawud 4/325 dan At-Tirmidziy 5/490, lihat Shahih At-Tirmidziy 3/151)


اللَّهُمَّ إِنِّيْ أَعُوْذُ بِكَ أَنْ أَضِلَّ أَوْ أُضَلَّ، أَوْ أَزِلَّ أَوْ أُزَلَّ، أَوْ أَظْلِمَ أَوْ أُظْلَمَ، أَوْ أَجْهَلَ أَوْ يُجْهَلَ عَلَيْهِ


"Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu (jangan sampai) aku tersesat atau disesatkan, tergelincir atau digelincirkan, berbuat zhalim atau dizhalimi, berbuat kebodohan atau dibodohi." (HR. Ash- haabus Sunan, lihat Shahih At-Tirmidziy 3/152 dan Shahih Ibnu Majah 2/336)


10. Dzikir Masuk Rumah


Berkata Al-Imam An-Nawawiy, "Disukai bagi seseorang apabila masuk ke rumahnya untuk mengucapkan bismillaah dan memperbanyak berdzikir kepada Allah serta mengucapkan salam. Sama saja, apakah di rumah ada orang ataupun tidak."


Hal ini berdasarkan firman Allah Ta'ala,


فَإِذَا دَخَلْتُمْ بُيُوتًا فَسَلِّمُوا عَلَى أَنْفُسِكُمْ تَحِيَّةً مِنْ عِنْدِ اللَّهِ مُبَارَكَةً طَيِّبَةً


"Maka apabila kalian memasuki (suatu rumah dari) rumah-rumah (ini), hendaklah kalian memberi salam kepada (penghuninya yang berarti memberi salam) kepada diri kalian sendiri, salam yang ditetapkan dari sisi Allah, yang diberi berkah lagi baik." (An-Nuur:61)


Dan berdasarkan sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam kepada Anas bin Malik radhiyallahu 'anhu, "Wahai anakku! Apabila kamu masuk ke keluargamu maka ucapkanlah salam! Yang akan menjadi berkah bagimu dan bagi keluargamu." (HR. At-Tirmidziy no.2841, hadits hasan dengan syawahidnya, lihat Shahih Kitab Al-Adzkaar wa Dha'iifuh 1/101)


Demikian juga sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, "Apabila seseorang masuk ke rumahnya, lalu berdzikir kepada Allah (menyebut nama Allah) ketika memasukinya dan ketika makan, maka berkatalah syaithan, "Tidak ada tempat menginap (bermalam) bagi kalian (yakni teman-temannya dari bangsa jin-pent.) dan tidak ada makan malam." Dan apabila dia masuk (ke rumahnya) lalu tidak menyebut nama Allah ketika memasukinya, maka berkatalah syaithan, "Kalian mendapatkan tempat menginap." Dan apabila dia tidak menyebut nama Allah ketika makan, maka berkatalah syaithan, "Kalian mendapatkan tempat menginap dan makan malam." (HR. Muslim no.2018 dari Jabir bin 'Abdillah radhiyallahu 'anhu)


Adapun do'a masuk rumah dengan lafazh, "Bismillaahi Walajnaa wa Billaahi Kharajnaa, ... ." maka ini adalah hadits dha'if sebagaimana dikatakan oleh Asy-Syaikh Al-Albaniy dan Asy-Syaikh Salim. Lihat Shahih Kitab Al-Adzkaar wa Dha'iifuh 1/101-103.


11. Do'a Masuk Masjid


Apabila masuk masjid, maka kita disunnahkan untuk membaca shalawat dan salam kepada Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam serta membaca do'a. Bacaannya sebagai berikut:


أَعُوْذُ بِاللهِ الْعَظِيْمِ وَبِوَجْهِهِ الْكَرِيْمِ وَسُلْطَانِهِ الْقَدِيْمِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ


"Aku berlindung kepada Allah Yang Maha Agung dan dengan Wajah-Nya Yang Maha Mulia serta dengan Kekuasaan-Nya Yang Abadi dari (gangguan) syaithan yang terkutuk." (HR. Abu Dawud, lihat Shahiihul Jaami' no.4591)


بِسْمِ اللهِ وَالصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ عَلَى رَسُوْلِ اللهِ، اللَّهُمَّ افْتَحْ لِيْ أَبْوَابَ رَحْمَتِكَ


"Dengan nama Allah, semoga shalawat dan salam senantiasa tercurah kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. Ya Allah, bukakanlah untukku pintu-pintu rahmat-Mu." (HR. Ibnus Sunniy no.88, Abu Dawud 1/126 dan Muslim 1/494)


12. Do'a Keluar dari Masjid


Apabila keluar dari masjid hendaklah kita mengucapkan:


بِسْمِ اللهِ وَالصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ عَلَى رَسُوْلِ اللهِ، اللَّهُمَّ إِنِّيْ أَسْأَلُكَ مِنْ فَضْلِكَ، اللَّهُمَّ اعْصِمْنِيْ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ


"Dengan nama Allah, semoga shalawat dan salam senantiasa tercurah kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. Ya Allah, sesungguhnya aku memohon kepada-Mu akan karunia- Mu. Ya Allah, peliharalah aku dari (gangguan) syaithan yang terkutuk." (Lihat keterangan do'a no.11, lafazh do'a terakhir dikeluarkan oleh Ibnu Majah, lihat Shahih Ibnu Majah 1/129)


13. Dzikir-Dzikir Adzan


(1). Membaca seperti apa yang diucapkan muadzdzin kecuali pada kalimat "hayya 'alash shalaah" dan "hayya 'alal falaah" maka mengucapkan: “lahaula wala quwwata illa billa” (HR. Al-Bukhariy 1/152 dan Muslim 1/288)


(2). Mengucapkan:


وَأَنَا أَشْهَدُ أَنْ لاَّ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ، رَضِيْتُ بِاللهِ رَبًّا، وَبِمُحَمَّدٍ رَسُوْلاً، وَبِالإِسْلاَمِ دِيْنًا


"Aku bersaksi bahwa tidak ada yang berhak diibadahi kecuali Allah semata, tidak ada sekutu bagi-Nya, dan bahwasanya Muhammad itu adalah hamba dan utusan-Nya. Aku ridha Allah sebagai Rabb, aku ridha Muhammad sebagai Rasul dan aku ridha Islam sebagai agamaku." (HR. Muslim 1/290)


Dzikir ini diucapkan setelah muadzdzin mengucapkan tasyahhud (dua kalimat syahadat: asyhadu allaa ilaaha illallaah, asyhadu anna muhammadar rasuulullaah). (HR. Ibnu Khuzaimah 1/220)


(3). Bershalawat kepada Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam setelah selesai menjawab adzan (yakni setelah muadzdzin selesai adzan). (HR. Muslim 1/288)


(4). Berdo'a setelah selesai menjawab adzan:


اللَّهُمَّ رَبَّ هَذِهِ الدَّعْوَةِ التَّامَّةِ، وَالصَّلاَةِ الْقَائِمَةِ، آتِ مُحَمَّدًا الْوَسِيْلَةَ وَالْفَضِيْلَةَ، وَابْعَثْهُ مَقَامًا مَحْمُوْدًا الَّذِيْ وَعَدْتَهُ


"Ya Allah, Rabb Pemilik seruan yang sempurna ini dan Rabb shalat yang ditegakkan ini. Berilah kepada Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam wasilah (kedudukan dan derajat yang mulia) dan keutamaan, dan bangkitkanlah dia pada kedudukan yang terpuji yang telah Engkau janjikan kepadanya."


Tentang keutamaannya maka disebutkan oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, "Barangsiapa yang mengucapkan do'a ini ketika (selesai) mendengar adzan, maka halal baginya syafa'atku pada hari kiamat". (HR. Al-Bukhariy 1/152 no.614)


Suatu keutamaan yang besar! Selayaknya bagi kita untuk tidak melewatkannya. Ketika mendengar seruan adzan maka konsentrasikanlah untuk menjawabnya. Jangan tersibukkan oleh urusan lain kecuali urusan yang sifatnya darurat. Setelah selesai adzan, berdo'alah dengan do'a tersebut, niscaya di hari kiamat kita akan mendapatkan syafa'atnya Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam.


Disebutkan bahwa salah seorang 'ulama besar abad ini sedang menerima telepon. Ketika terdengar seruan adzan, beliau rahimahullah mengatakan kepada sang penelpon, "Maaf, saya akan menjawab adzan dulu, nanti pembicaraannya dilanjutkan lagi."


Suatu tauladan yang mulia yang patut untuk ditiru.


Adapun tambahan "innaka laa tukhliful mii'aad" adalah tambahan yang syaadz (menyelisihi hadits yang lebih shahih), lihat Al-Kalimuth Thayyib dengan takhrijnya oleh Asy-Syaikh Al-Albaniy dan lainnya.


(5). Berdo'a untuk dirinya antara adzan dan iqamah, karena sesungguhnya berdo'a ketika itu tidak akan ditolak. (HR. Abu Dawud, At-Tirmidziy dan Ahmad, lihat Irwaa`ul Ghaliil 1/262)


14. Dzikir-Dzikir Menjelang Tidur


(1). Mengumpulkan kedua telapak tangannya kemudian meniup keduanya lalu membaca surat Al-Ikhlaash, Al-Falaq dan An-Naas. Kemudian mengusap badannya semampunya dengan kedua tangannya, dimulai dari kepalanya, wajahnya dan bagian depan dari badannya. Hal ini dilakukan tiga kali. (HR. Al-Bukhariy bersama Fathul Baarii 9/62 dan Muslim 4/1723)


(2). Membaca ayat kursi. Barangsiapa yang membacanya ketika dia merebahkan dirinya di tempat tidurnya maka sesungguhnya akan senantiasa ada baginya dari sisi Allah yang akan menjaganya dan syaithan tidak akan mendekatinya sampai subuh. (HR. Al-Bukhariy bersama Fathul Baarii 4/487)


(3). Membaca surat Al-Baqarah:285-286 (dua ayat terakhir). Barangsiapa yang membaca dua ayat ini pada malam hari maka dua ayat ini akan mencukupinya. (HR. Al-Bukhariy bersama Fathul Baarii 9/94 dan Muslim 1/554)


(4). Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Apabila salah seorang dari kalian bangkit dari tempat tidurnya kemudian kembali lagi maka kibasilah (bersihkanlah) tempat tidurnya tersebut dengan ujung kain/sarungnya tiga kali dan sebutlah nama Allah. Karena sesungguhnya dia tidak tahu apa yang menggantinya setelah dia meninggalkannya. Dan apabila dia berbaring (hendak tidur) maka ucapkanlah:


بِاسْمِكَ رَبِّيْ وَضَعْتُ جَنْبِيْ، وَبِكَ أَرْفَعُهُ، فَإِنْ أَمْسَكْتَ نَفْسِيْ فَارْحَمْهَا، وَإِنْ أَرْسَلْتَهَا فَاحْفَظْهَا بِمَا تَحْفَظُ بِهِ عِبَادَكَ الصَّالِحِيْنَ


"Dengan nama-Mu, Ya Tuhanku, aku meletakkan lambungku, dan dengan nama-Mu pula aku mengangkatnya. Maka jika Engkau menahan jiwaku (ruhku) maka rahmatilah dia. Dan jika Engkau melepaskannya maka jagalah dia dengan sesuatu yang Engkau jaga dengannya hamba- hamba-Mu yang shalih." (HR. Al-Bukhariy 11/126 dan Muslim 4/2084)


(5). Membaca:


اللَّهُمَّ إِنَّكَ خَلَقْتَ نَفْسِيْ وَأَنْتَ تَوَفَّاهَا، لَكَ مَمَاتُهَا وَمَحْيَاهَا، إِنْ أَحْيَيْتَهَا فَاحْفَظْهَا، وَإِنْ أَمَتَّهَا فَاغْفِرْ لَهَا، اللَّهُمَّ إِنِّيْ أَسْأَلُكَ الْعَافِيَةَ


"Ya Allah, sesungguhnya Engkau telah menciptakan jiwaku (ruhku) dan Engkaulah yang mewafatkannya. Milik Engkaulah mati dan hidupnya. Jika Engkau menghidupkannya maka jagalah dia dan jika Engkau mematikannya maka ampunilah dia. Ya Allah, sesungguhnya aku meminta kepada-Mu keselamatan." (HR. Muslim 4/2083 dan Ahmad 2/79, dan lafazh hadits ini miliknya)


(6). Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam apabila ingin tidur maka beliau meletakkan tangan kanannya di bawah pipi kanannya kemudian membaca:


اللَّهُمَّ قِنِيْ عَذَابَكَ يَوْمَ تَبْعَثُ عِبَادَكَ


"Ya Allah, lindungilah aku dari 'adzab-Mu pada hari Engkau membangkitkan hamba-hamba-Mu." Dibaca tiga kali. (HR. Abu Dawud 4/311 dan ini lafazhnya, lihat Shahih At-Tirmidziy 3/143)


(7). Membaca:


بِاسْمِكَ اللَّهُمَّ أَمُوْتُ وَأَحْيَا


"Dengan nama-Mu, Ya Allah, aku mati dan aku hidup." (HR. Al-Bukhariy bersama Fathul Baarii 11/113 dan Muslim 4/2083)


(8). Membaca Subhaanallaah 33x, Alhamdulillaah 33x dan Allaahu Akbar 34x. Barangsiapa yang mengucapkannya ketika merebahkan diri di tempat tidurnya maka hal ini lebih baik baginya daripada seorang pembantu. (HR. Al-Bukhariy bersama Fathul Baarii 7/71 dan Muslim 4/2091)


(9). Membaca:


اللَّهُمَّ رَبَّ السَّمَوَاتِ السَّبْعِ وَرَبَّ الْعَرْشِ الْعَظِيْمِ، رَبَّنَا وَرَبَّ كُلِّ شَيْءٍ، فَالِقَ الْحَبِّ وَالنَّوَى، وَمُنْزِلَ التَّوْرَاةِ وَالإِنْجِيْلِ وَالْفُرْقَانِ، أَعُوْذُ بِكَ مِنْ شَرِّ كُلِّ شَيْءٍ، أَنْتَ آخِذٌ بِنَاصِيَتِهِ اللَّهُمَّ أَنْتَ الأَوَّلُ فَلَيْسَ قَبْلَكَ شَيْء، وَأَنْتَ الآخِرُ فَلَيْسَ بَعْدَكَ شَيْءٌ، وَأَنْتَ الظَّاهِرُ فَلَيْسَ فَوْقَكَ شَيْءٌ، وَأَنْتَ الْبَاطِنُ فَلَيْسَ دُوْنَكَ شَيْءٌ، اِقْضِ عَنَّا الدَّيْنَ وَأَغْنِنَا مِنَ الْفَقْرِ


"Ya Allah, Rabbnya langit yang tujuh dan Rabbnya 'arsy yang agung. Rabb kami dan Rabbnya segala sesuatu, Yang membelah biji-bijian dan biji kurma. Yang menurunkan Taurat, Injil dan Al- Qur`an. Aku berlindung kepada-Mu dari kejahatan segala sesuatu. Engkaulah Yang memegang ubun-ubunnya. Ya Allah, Engkaulah Yang Awwal maka tidak ada sesuatu pun yang sebelum-Mu. Dan Engkaulah Yang Akhir maka tidak ada sesuatu pun yang setelah-Mu. Dan Engkaulah Yang Zhahir (Maha Tinggi) maka tidak ada sesuatu pun yang ada di atas-Mu. Dan Engkaulah Yang Bathin (Maha Dekat) maka tidak ada sesuatu pun yang lebih dekat daripada-Mu. (Ya Tuhanku) lunasilah hutang kami dan cukupilah kami dari kemiskinan." (HR. Muslim 4/2084)


(10). Membaca:


الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِيْ أَطْعَمَنَا وَسَقَانَا، وَكَفَانَا، وَآوَانَا، فَكَمْ مِمَّنْ لاَ كَافِيَ لَهُ وَلاَ مُؤْوِيَ


"Segala puji hanya bagi Allah yang telah memberi kami makan, dan yang telah memberi kami minum, yang telah mencukupkan kami dan yang telah melindungi kami. Karena berapa banyak orang yang tidak mempunyai yang mencukupinya dan yang melindunginya." (HR. Muslim 4/2085)


(11). Membaca:


اللَّهُمَّ عَالِمَ الْغَيْبِ وَالشَّهَادَةِ فَاطِرَ السَّمَوَاتِ وَالْأَرْضِ، رَبَّ كُلِّ شَيْءٍ وَمَلِيْكَهُ، أَشْهَدُ أَنْ لاَّ إِلَهَ إِلاَّ أَنْتَ، أَعُوْذُ بِكَ مِنْ شَرِّ نَفْسِيْ، وَمِنْ شَرِّ الشَّيْطَانِ وَشِرْكِهِ، وَأَنْ أَقْتَرِفَ عَلَى نَفْسِيْ سُوْءًا، أَوْ أَجُرَّهُ إِلَى مُسْلِمٍ


"Ya Allah, Yang mengetahui perkara ghaib dan yang nampak, Pencipta langit dan bumi, Rabbnya segala sesuatu dan Yang memilikinya. Aku bersaksi bahwasanya tidak ada yang berhak diibadahi kecuali Engkau. Aku berlindung kepada-Mu dari kejahatan diriku dan dari kejahatan syaithan dan sekutunya. Dan jangan sampai aku menjerumuskan diriku ke dalam kejelekan atau menimpakannya kepada seorang muslim." (HR. Abu Dawud 4/317 dan At-Tirmidziy, lihat Shahih At-Tirmidziy 3/142)


(12). Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Jika kamu ingin pergi ke tempat tidur maka berwudhu`lah sebagaimana kamu berwudhu` untuk shalat. Kemudian berbaringlah di sebelah sisimu yang kanan lalu ucapkanlah:


اللَّهُمَّ أَسْلَمْتُ نَفْسِيْ إِلَيْكَ، وَفَوَّضْتُ أَمْرِيْ إِلَيْكَ، وَوَجَّهْتُ وَجْهِيْ إِلَيْكَ، وَأَلْجَأْتُ ظَهْرِيْ إِلَيْكَ، رَغْبَةً وَرَهْبَةً إِلَيْكَ، لاَ مَلْجَأَ وَلاَ مَنْجَا مِنْكَ إِلاَّ إٍلَيْكَ، آمَنْتُ بِكِتَابِكَ الَّذِيْ أَنْزَلْتَ وَبِنَبِيِّكَ الَّذِيْ أَرْسَلْتَ


"Ya Allah, aku menyerahkan diriku kepada-Mu dan aku memasrahkan urusanku kepada-Mu. Dan aku hadapkan wajahku kepada-Mu dan aku sandarkan punggungku kepada-Mu, dalam keadaan harap dan cemas hanya kepada-Mu. Tidak ada tempat berlindung dan menyelamatkan diri dari (siksa)Mu kecuali hanya kepada-Mu. Aku beriman kepada kitab-Mu yang telah Engkau turunkan dan (aku beriman) kepada Nabi-Mu yang telah Engkau utus."


Rasulullah menyatakan kepada orang yang mengucapkan do'a ini: "Jika kamu mati maka kamu mati di atas fithrah (Islam)." (HR. Al-Bukhariy bersama Fathul Baarii 11/113 dan Muslim 4/2081)

(13). Membaca surat As-Sajdah dan Al-Mulk. (HR. At-Tirmidziy dan An-Nasa`iy, lihat Shahiihul Jaami' 4/255)


Do'a-do'a menjelang tidur ini jika tidak mampu dibaca semua maka bacalah semampunya.


15. Do'a ketika Berbolak-balik (di Pembaringan) di Malam Hari


Ketika kita sedang tidur di malam hari kemudian badan kita berbolak-balik ke kanan dan ke kiri, maka hendaklah kita mengucapkan:


لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ الْوَاحِدُ الْقَهَّارُ، رَبُّ السَّمَوَاتِ وَالأَرْضِ وَمَا بَيْنَهُمَا الْعَزِيْزُ الْغَفَّارُ


"Tidak ada yang berhak diibadahi kecuali Allah, Yang Esa lagi Maha Perkasa. Rabbnya langit dan bumi serta semua yang ada di antara keduanya, Dzat Yang Maha Mulia lagi Maha Pengampun." (HR. Al-Hakim, lihat Shahiihul Jaami' 4/213)


16. Do'a ketika Tersentak dalam Tidur dan Orang yang Dihinggapi Rasa Kesepian


Hendaklah dia membaca:


أَعُوْذُ بِكَلِمَاتِ اللهِ التَّامَّاتِ مِنْ غَضَبِهِ وَعِقَابِهِ وَشَرِّ عِبَادِهِ وَمِنْ هَمَزَاتِ الشَّيَاطِيْنِ وَأَنْ يَحْضُرُوْنَ


"Aku berlindung dengan kalimat (firman) Allah yang sempurna dari kemurkaan dan siksaan-Nya serta dari kejahatan hamba-hamba-Nya dan dari bisikan-bisikan syaithan, serta apabila mereka datang (yakni berlindung dari kedatangan mereka dari kalangan syaithan)." (HR. Abu Dawud 4/12, lihat Shahih At-Tirmidziy 3/171


17. Amalan dan Do'a ketika Melihat Mimpi Buruk dan Mimpi Kosong (Mimpi yang Tidak Bisa Ditafsirkan)


(1). Hendaklah dia meludah ringan ke arah kirinya tiga kali. Berlindung kepada Allah dari godaan syaithan dan (berlindung) dari kejelekan apa yang dilihatnya, tiga kali. (HR. Muslim 4/1772, 1773)


(2). Tidak menceritakannya kepada siapapun. (HR. Muslim 4/1772)


(3). Mengubah/Berpindah dari posisi tidur sebelumnya. (HR. Muslim 4/1773)


(4). Hendaklah dia bangkit untuk melakukan shalat kalau dia mau. (HR. Muslim 4/1773)


18. Dzikir-Dzikir ketika Bangun Tidur


Ketika bangun tidur hendaklah kita membaca:


الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِيْ أَحْيَانَا بَعْدَ مَا أَمَاتَنَا وَإِلَيْهِ النُّشُوْرُ


"Segala puji hanya bagi Allah yang telah menghidupkan kami setelah mematikan kami, dan hanya kepada-Nya (kami) dikumpulkan." (HR. Al-Bukhariy bersama Fathul Baarii 11/113 dan Muslim 4/2083


لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ، لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ. سُبْحَانَ اللهِ وَالْحَمْدُ لِلَّهِ وَلاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَاللهُ أَكْبَرُ، وَلاَ حَوْلَ وَلاَ قُوَّةَ إِلاَّ بِاللهِ الْعَلِيِّ الْعَظِيْمِ، رَبِّ اغْفِرْلِيْ


"Tidak ada yang berhak diibadahi kecuali Allah satu-satu-Nya, tidak ada sekutu bagi-Nya. Milik- Nya kerajaan dan milik-Nya segala puji dan Dia Maka Kuasa atas segala sesuatu. Maha Suci Allah, dan segala puji hanya milik Allah, dan tidak ada yang berhak diibadahi kecuali Allah, dan Allah Maha Besar. Dan tidak ada daya dan kekuatan kecuali dengan pertolongan Allah Yang Maha Tinggi lagi Maha Agung. Ya Tuhanku, ampunilah aku."


Siapa yang mengucapkannya maka akan diampuni (dosa-dosanya), dan jika berdo'a maka akan dikabulkan dan jika dia bangkit lalu berwudhu` kemudian shalat maka akan diterima shalatnya. (HR. Al-Bukhariy bersama Fathul Baarii 3/39 dan lainnya)


الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِيْ عَافَانِيْ فِيْ جَسَدِيْ وَرَدَّ عَلَيَّ رُوْحِيْ وَأَذِنَ لِيْ بِذِكْرِهِ


"Segala puji hanya bagi Allah yang telah memberi keselamatan kepadaku dalam jasadku dan yang telah mengembalikan ruhku kepadaku dan yang telah mengizinkanku untuk berdzikir/mengingat-Nya." (HR. At-Tirmidziy 5/473, lihat Shahih At-Tirmidziy 3/144)


Dan membaca surat Aali 'Imraan:190-200. (HR. Al-Bukhariy bersama Fathul Baarii 8/237 dan Muslim 1/530)


[Sumber - Lammud Duril Mantsuur minal Qaulil Ma`tsuur, Hishnul Muslim min Adzkaaril Kitaab was Sunnah karya Asy-Syaikh Sa'id bin 'Ali bin Wahf Al-Qahthaniy dan Shahih Kitab Al-Adzkaar wa Dha'iifuhu, dipetik dari Darus Salaf (http://fdawj.co.nr/)]

Selasa, 29 Januari 2008

DIMANA ALLAH? (Risalah IPTIPs)


*(Disediakan oleh: Exco Dakwah & Tarbiah Institut Pengajian Tinggi Islam Perlis)


Alhamdulillah[1], segala puji bagi Allah I yang telah memberi peluang kepada pihak Exco Dakwah & Tarbiah untuk meneruskan penerbitan risalah Nidaaul Haq ini dengan menjelaskan persoalan-persoalan semasa berdasarkan pandangan Ahli Sunnah wal Jamaah. Persoalan yang ingin dibangkitkan adalah Di manakah Allah? Persoalan ini mungkin menggoncang pemikiran para pendengarnya yang kurang mendalami ilmu aqidah. Ini kerana sejak kecil kita tidak didedahkan dengan persoalan-persoalan seperti ini. Namun ketahuilah sahabat-sahabatku bahawa persoalan ini bukanlah bid’ah dalam agama bahkan soalan ini telah digunakan oleh Rasulullah r untuk menentukan kesahihan iman dan aqidah seseorang yang akan kami datangkan dalilnya nanti.

Firman Allah I:


(yaitu) Tuhan yang Maha Pemurah. yang bersemayam di atas 'Arsy. [Surah Taha ayat 5]

Dalam ayat di atas Allah dengan jelas telah menetapkan sifat bersemayam atau istiwa’ pada zatNya yang agung. Istiwa’ dalam bahasa Arab adalah Al-‘Uluww dan Al-Irtifa’العلو والارتفاع) ( maksud Al-‘Arsy pulak adalah ma’ruf iaitu Singgahsana dan Takhta kebesaran. Al-‘Arsy adalah ‘alam (makhluk) yang paling besar dan agung yang berada di langit ke tujuh di atas Syurga Al-Firdaus. Sabda Rasulullah r:

“Daripada Abu Hurairah t daripada Nabi r Baginda bersabda: Sesiapa yang beriman dengan Allah dan RasulNya dan mendirikan Solat dan berpuasa Ramadhan maka adalah menjadi hak atas Allah untuk memasukkannya ke dalam Syurga sama ada dia berhijrah di jalan Allah atau tinggal tetap di tanah airnya. Mereka (Sahabat) berkata: Apakah kami tidak memberitahukan hal ini kepada manusia? Maka bersabda Nabi r: Sesungguhnya dalam Syurga itu ada 100 darjat yang disediakan Allah bagi Mujahidin di jalanNya setiap di antara dua darjat itu seperti jarak antara langit dan bumi maka apabila kamu meminta kepada Allah maka mintalah Syurga Al-Firdaus kerana ia adalah yang paling tengah dan paling tinggi dan atasnya ‘Arsy Ar-Rahman dan darinyalah terpancar sunagi-sungai Syurga.” [Riwayat Al-Bukhari Kitab At-Tauhid Bab و كان عرشه على الماء وهو رب العرش العظيم]

Dalam melihat lebih jelas lagi berkenaan masalah ini saya datangkan Tafsiran para ulama’ Salaf terhadap ayat istiwa’ ini yang terdapat sebanyak 7 kali di dalam Al-Quran Kalamullah. Ayat yang pertama terdapat pada Surah Al-A’raf ayat ke 54:

Sesungguhnya Tuhan kamu ialah Allah yang Telah menciptakan langit dan bumi dalam enam masa, lalu dia bersemayam di atas 'Arsy. dia menutupkan malam kepada siang yang mengikutinya dengan cepat, dan (diciptakan-Nya pula) matahari, bulan dan bintang-bintang (masing-masing) tunduk kepada perintah-Nya. Ingatlah, menciptakan dan memerintah hanyalah hak Allah. Maha Suci Allah, Tuhan semesta alam.

Pada Surah Al-Hadid ayat 4:


Dialah yang menciptakan langit dan bumi dalam enam masa: Kemudian dia bersemayam di atas ´arsy dia mengetahui apa yang masuk ke dalam bumi dan apa yang keluar daripadanya dan apa yang turun dari langit dan apa yang naik kepada-Nya. dan dia bersama kamu di mana saja kamu berada. dan Allah Maha melihat apa yang kamu kerjakan.

Berkata Ibn Katsir Rahimahullah:

“Dan adapun FirmanNya Ta’ala: ثم استوى على العرش maka bagi manusia pada masalah ini pendapat yang banyak dan bukanlah di sini tempat membahaskannya dan sesungguhnya hendaklah diikuti dalam masalah ini mazhab Salaf As-Soleh: Malik, Auza’i, As-Tsaury, Al-Laith bin Saad, Asy-Syafi’i, Ahmad bin Hanbal, Ishaq bin Rahuwaih, dan selainnya daripada imam-imam muslimin dahulu dan sekarang iaitu melalukannya seperti mana datangnya tanpa takyif (memberi rupa), dan tidak pula tasybih (penyerupaan), dan tidak pula ta’thil (membatalkan sifat)....”[Lihat tafsir Surah Al-A’raf ayat 54, Tafsir Al-Quran Al-Azhim, Ibn Katsir, Jilid 2, Idarah Bina al-Masajid Wal Masyari’ al-Islamiah 1992, ms 246] [2]

Dalam kenyataan di atas amat jelas bahawa aqidah Allah berada di atas Arsy adalah aqidah Imam Syafi’i dan lain-lainnya. Ibn Katsir sendiri adalah bermazhab Syafi’i dan merupakan anak murid yang utama kepada Ibn Taimiyyah Rahimahullah. Namun yang menjadi peliknya, terdapat segelintir pihak yang menolak Ibn Taimiyah dan Ibn Qayyim tetapi menerima Ibn Katsir.

Berkata pula Al-Bagahwi dalam tafsirnya ketika mentafsirkan ayat yang sama:

“Dan telah menta’wilkan mu’tazilah Al-Istiwa’ dengan Al-Istila’ (menguasai) adapun Ahli Sunnah mereka berkata: Istiwa’ atas Al-‘Arsy adalah sifat bagi Allah Ta’ala tanpa Kaif (tanpa dibincang kaifiatnya) wajib atas setiap orang mengimaninya dan menyerahkan ilmu tentangnya (tentang kaifiatnya) pada Allah Azza wa Jalla. [Tafsir Al-Baghawi, Al-Baghawi, Jilid 2, Beirut-Dar Kutub Ilmiah 1993, 137][3].

Berkata pula Abu Su’ud:

وعن أصحابنا أن الاستواءَ على العرش صفة الله تعالى بلا كيف والمعنى أنه تعالى استوى على العرش على الوجه الذي عناه منزهاً عن الاستقرار والتمكن ، والعرشُ الجسم المحيط بسائر الأجسام سمي به لارتفاعه أو للتشبيه بسرير الملِك فإن الأمورَ والتدابير تنزِل منه

Maksudnya: “Dan daripada Ashab kami (Ahli Sunnah) bahawa istiwa’ di atas ‘Arasy adalah sifat Allah Ta’ala tanpa Kaif dan maknanya adalah Allah Ta’ala bersemayam di atas Arasy dengan cara yang dikehendakiNya tanpa Istiqrar dan tetap dan ‘Arasy adalah jisim yang meliputi segala jisim dinamakan ‘Arasy kerana ketinggiannya atau diserupakan dengan Takhta Raja kerana segala urusan turun darinya. [Rujuk Tafsir Abu Su’ud][4]

Berkata Asy-Syaukani[5] dalam Fathul Qadir[6]:

قد اختلف العلماء في معنى هذا على أربعة عشر قولاً ، وأحقها وأولاها بالصواب مذهب السلف الصالح أنه : استوى سبحانه عليه بلا كيف ، بل على الوجه الذي يليق به مع تنزهه عما لا يجوز عليه ، والاستواء في لغة العرب هو العلوّ والاستقرار .

Maksudnya: “Telah berselisih para ulama’(yakni dari setiap firqah islamiah) pada makna ayat ini kepada 14 pendapat dan yang paling benar dan paling utamanya dengan kebenaran adalah mazhab As-Salaf As-Soleh bahawa telah bersemayam Allah Ta’ala tanpa Kaif bahkan atas cara yang layak dengannya beserta Maha SuciNya dari apa yang tidak harus padanya dan Istiwa’ dalam bahasa ‘Arab adalah Tinggi dan Meninggi”.

Di Mana Allah di sisi Sahabat y:

Imam Al-Kaie meriwayatkan dalam kitab beliau Syarh Usul I’tiqad Ahli Sunnah, Hadis No.506:

عن أم سلمة في قوله الرحمن على العرش استوى قالت : الكيف غير معقول والاستواء غير مجهول والإقرار به إيمان والجحود به كفر

Maksudnya: “ Daripada Ummu Salamah R.A. (Isteri Rasulullah r) pada Firman Allah: الرحمن على العرش استوى (Surah Taha ayat 5) dia (Ummu Salamah R.A.): Kaifiat tidak boleh diketahui aqal, dan istiwa’ itu tidaklah majhul, dan meyakininya adalah Iman, dan mengingkarinya adalah kufur”.

Dari Abdullah bin Mas’ud t (Hadis 502):

عن عبد الله ، قال : « ما بين سما القصوى وبين الكرسي خمسمائة سنة ، وما بين الكرسي والماء خمسمائة سنة ، والعرش فوق الماء ، والله فوق العرش لا يخفى عليه شيء من أعمال بني آدم »

Maksudnya:“Dari Abdullah beliau berkata: Apa yang ada di antara Sama Al-Quswa (Langit dunia) dan Kursi 500 tahun (jaraknya), dan antara Kursi dan Air 500 tahun, dan Al-‘Arsy di atas dari Air dan Allah di atas ‘Arasy tidak tersembunyi sesuatupun dariNya amalan-amalan anak Adam”.

Pendapat Imam Asy-Syafi’i:

Imam Al-Baihaqi Rahimahullah dalam Kitabnya Al-Asma’ was Sifat ketika membahas masalah (الرحمن على العرش استوى) setelah mendatangkan riwayat-riwayat Salaf maka beliau berkata: “Dan atas jalan inilah menunjukkan mazhab Asy-Syafi’i t dan padanya juga telah berpendapat Ahmad bin Hanbal dan Al-Husain bin Fadhl Al-Bajali dan daripada Mutaakhirin Abu Sulaiman Al-Khattabi”.

Imam Az-Zahabi telah mendatangkan pula kata-kata Imam Syafi’i sendiri dalam masalah ini:

“Telah meriwayatkan Syeikhul Islam Abul Hasan Al-Hakari dan Al-Hafiz Abu Muhammad Al-Muqaddisi dengan isnad mereka kepada Abu Tsaur dan Abu Syuaib kedua-duanya daripada Imam Muhammad bin Idris Asy-Syafi’i Nasir Al-Hadis Rahimahullah Ta’ala beliau berkata: Aku berpendapat tentang sunnah yang aku beri’tiqad atasnya dan aku melihat beri’tiqad juga seperti aku ini Sufyan As-Tsauri dan Malik dan selain keduanya adalah berikrar dengan Syahadah tiada tuhan yang berhak disembah selain Allah dan Muhammad pesuruh Allah dan bahawa Allah berada atas ‘ArasyNya di LangitNya mendekat Dia kepada makhlukNya seperti mana dikehendakiNya dan Dia turun ke langit dunia seperti mana Dia kehendaki...lalu menyebut semua i’tiqad Ahli Sunnah. [Rujuk Al-Uluww lil ‘Aliyyi Al-Ghaffar, Juz 1, ms 165]

Fatwa-fatwa beberapa Ulama’ Ahli Sunnah yang lain:

Imam Malik:

الاستواء غير مجهول ، والكيف غير معقول ، والإيمان به واجب ، والسؤال عنه بدعة

Maksudnya: “Istiwa’ itu tidaklah Majhul (Ma’ruf), dan Kaifiatnya tidak dapat dicapai aqal, dan Iman dengannya adalah wajib, dan bertanya-tanya tentangnya (yakni rupa bentuknya) adalah bid’ah”. [Rujuk Al-Asma’ was Sifat li Al-Baihaqi][7].

Rabi’ah Ar-Ra’yi[8]:

الاستواء غير مجهول والكيف غير معقول ، ومن الله الرسالة وعلى الرسول البلاغ ، وعلينا التصديق

Maksudnya: “Istiwa’ itu tidak Majhul, Al-Kaif tidak dapat dicapai aqal, dan daripada Allah Ar-Risalah dan atas Rasul menyampaikannya dan atas kita membenarkannya”. [Rujuk Syarh Usul I’tiqad Ahli Sunnah lil Kalaie].

Imam Syafi’i:

آمنت بالله وبما جاء عن الله ، على مراد الله ، وآمنت برسول الله ، وبما جاء عن رسول الله على مراد رسول الله

Maksudnya: “Aku beriman kepada Allah dan apa yang datang dari Allah menurut kehendak Allah dan Aku beriman dengan Rasulullah r dan dengan apa yang dibawa Rasulullah menurut kehendak Rasulullah”[9] [Rujuk Lum’atul I’tiqad li Ibn Qudamah]

Imam Abu Hanifah Rahimahullah:

“Dan Aku mendengar Al-Qadhi Al-Imam Tajuddin Abdul Khaliq bin Ulwan berkata aku mendengar Imam Abu Muhammad Abdullah Ahmad Al-Muqaddisi pengarang kitab Al-Muqni’ Rahimahullah berkata: Telah sampai padaku dari Abu Hanifah Rahimahullah bahawa dia berkata: Sesiapa yang ingkar Allah U di langit maka dia telah Kafir. [Rujuk Al-Uluww lil Aliyyil Ghaffar Juz 1 ms 136]

Imam Abul Hasan Al-Asy’ari[10]:

“Kita melihat kaum muslimin mengangkat tangan mereka ke arah langit ketika berdoa. Ini membuktikan bahawa Allah beristiwa (bersemayam) di atas ‘Arasy-Nya yang berada di atas langit. Kalau sekiranya Allah tidak berada di atas ‘Arasy-Nya, tentulah mereka tidak akan mengangkat tangan ke arah ‘Arasy sebagaimana mereka tidak akan merendahkan tangan mereka ke bumi ketika berdoa”. [Rujuk al-Ibanah ‘an Usul al-Diyanah, bab Istawa ‘ala al-‘Arsy, Dar al-Nafais, Beirut-Lubnan, ms 90]

“...Semua ayat-ayat ini menunjukkan bahawa Allah I tidak berada di dalam makhluk-Nya dan makhluk-Nya juga tidak berada di dalam Dzat-Nya, Dia yang Maha Suci bersemayam di atas ‘Arasy dengan tanpa bertanya akan rupa bentuk (kaifiat-Nya). Maha Suci Allah atas apa yang dikatakan orang-orang zalim dan ingkar dengan ketinggian yang sebesar-besarnya. [Ibid, ms 95][11]

Seterusnya pada ayat: (وهو معكم أين ما كنتم) yang bermaksud: “Dan Dia (Allah) bersama kamu di mana sahaja”.[12] Seakan-akan ayat ini ada pertentangan dengan ayat yang mengitsbatkan Allah di Langit namun jika dirujuk pada Surah Al-Hadid ayat 4 maka jelas I’rab:

“Dialah yang menciptakan langit dan bumi dalam enam masa: Kemudian dia bersemayam di atas ´Arasy Dia mengetahui apa yang masuk ke dalam bumi dan apa yang keluar daripadanya dan apa yang turun dari langit dan apa yang naik kepada-Nya. Dan Dia bersama kamu di mana saja kamu berada. Dan Allah Maha melihat apa yang kamu kerjakan.”

Adalah jumlah musta’nafah Haliah iaitu hal kepada ayat sebelumnya hingga apabila ditafsir maka bermakna: Dia bersemayam di atas ‘Arasy dalam keadaan Dia mengetahui apa yang masuk dan keluar di bumi dan apa yang turun dan naik ke langit dan Dia bersama kamu di mana kamu berada dan Allah Maha mengetahui perbuatan kamu dan Dia Maha Melihat.

Jadi Allah di atas ‘Arasy sedangkan ilmunya meliputi segala makhluknya.

عن مقاتل بن حيان ، عن الضحاك ، قال : ( ما يكون من نجوى ثلاثة إلا هو رابعهم ولا خمسة إلا هو سادسهم (1) قال : هو الله عز وجل على العرش وعلمه معهم

Dari Muqatil bin Hayyan dari Ad-Dhahhak[13] beliau berkata (mentafsirkan ayat ke-7 surah Al-Mujadalah): Dialah Allah di atas ‘Arasy dan ilmunya bersama mereka (makhluk)”. [Rujuk Al-Asma’ was Sifat li Al-Baihaqi]

Firman Allah :

Allah berfirman: "Janganlah kamu berdua khawatir, Sesungguhnya Aku beserta kamu berdua, Aku mendengar dan melihat".[Surah Taha ayat 45]

Ayat ini menjelaskan Sifat Al-Ma’iyyah bagi Allah iaitu sifat bersama. Allah bersama dengan makhluknya dengan Ilmunya, PendenganranNya, dan PenglihatanNya. Kita meyakini Muraqabah Allah bukan Muraqabah Syeikh seperti i’tiqad orang-orang yang melampau. Bagi mereka yang mempunyai ilmu tentang bahasa arab dan i’rabul Quran dan pengetahuan Tafsir yang betul maka tentulah dapat memahami maksud Istiwa’ dan Ma’iyyah dengan sebenar-benarnya.

Akhirnya kami bawakan hadis ketika mana Rasulullah r telah bertanya kepada seorang hamba wanita: Di manakah Allah? Dia (hamba itu) menjawab: Di Langit, baginda bertanya lagi: Siapa aku? Hamba itu menjawab: Kamu Rasulullah. Lalu baginda bersabda: merdekakan dia kerana dia adalah seorang Mukminah. [Hadis ini Sahih, dikeluarkan oleh Malik, Muslim, Abu Daud, dan lain-lain, rujuk: Sahih Muslim, no: 537].[14]

Kesimpulan:

Ulama’ Ahli Sunnah wal Jamaah telah ijma’ akan wajibnya beriman Allah itu di langit iaitu tempat yang tinggi di atas ‘Arasy dan ilmunya meliputi segala makhluknya. Aqidah ini tidak sama dengan Jahmiah yang berkata Allah di mana-mana lalu membawa kepada Fahaman Tasawwuf yang terkenal iaitu Hulul[15], ittihad[16] dan Wihdah Al-Wujud[17].

Sesiapa yang menyalahi aqidah ini maka dia telah terkeluar daripada golongan Ahli Sunnah. Ahli Sunnah tidak mentasybih sifat Allah dengan Makhluk tetapi menetapkan wujudnya sifat tanpa menetapkan cara wujudnya (إثبات الوجود لا إثبات الكيف). Aqidah ini juga berbeza dengan Mufawwidah Asya’irah[18] yang tidak menetapkan wujud mahupun kaif.

Untuk mengetahui lebih lanjut maka lihatlah kitab-kitab Aqidah seperti Al-Ibanah, Syarhu At-Tahawiyah[19], Majmu’ Fatawa Ibn Taimiyyah dalam masalah aqidah, Tauhid Ibn Khuzaimah, I’tiqad lil Baihaqi, Al-Uluww li Aliyyil Gahffar oleh Zahabi dan lain-lain lagi. Semoga Allah menyelamatkan kita daripada terjebak ke dalam aqidah yang menyesatkan dan menetapkan kita dalam golongan Al-Firqah An-Najiyah...Amin..






[1] Risalah ini adalah disediakan oleh Saudara Muhammad Asri bin Sobrie ketika beliau menuntut dan memegang jawatan sebagai Exco Dakwah di IPTIPs dan saya (Mohd Safwan bin Rusydi) telah mengemas kini dan membuat sedikit gubahan dan tambahan pada risalah beliau ini. Semoga kita mendapat manfaat darinya, Insya-Allah.

[2] Ada dalam Maktabah IPTIPs juga terjemahannya dalam bahasa Inggeris.

[3] Ada dalam Maktabah IPTIPs begitu juga mukhtasarnya Ma’alim At-Tanzil.

[4] Ada dalam Maktabah IPTIPs.

[5] Pengarang Kitab terkenal Nailul Authar fi Syarhi Ahadith Muntaqal Akhbar.

[6] Ada dalam perpustakaan IPTIPs

[7] Rujuk juga Tafsir Al-Qurthubi Al-Jami’ li Ahkamil Quran.

[8] Guru Imam Malik dan Hanafi

[9] Ini jelas bahawa Imam Syafi’i menolak Ta’wil

[10] Kenyataan Abu Hassan Al-Asy’ari ini merupakan tambahan saya (Mohd Safwan) pada risalah ini.

[11] Ada dalam Maktabah IPTIPs bahagian Usuluddin.

[12] Pada ayat inilah golongan yang mengatakan Allah tidak bertempat itu berada dimana-mana. Akan tetapi ayat yang mereka ambil cumalah potongan dan tidak diambil secara keseluruhan. Walhal, ayat ini dimulakan pada awalnya “Dia bersemayam di atas ‘Arasy” kemudian barulah “Dia bersama di mana saja kamu berada”. (penyunting)

[13] Mufassir Agung antara anak murid Ibn Abbas.

[14] Ulama’ hadis telah meriwayatkan hadis ini tanpa sebarang takwil atau tahrif (pengubahan lafaz) dalam kitab-kitab mereka maka semoga kita termasuk dalam golongan yang mengikut jejak mereka..Amin..

[15] Aqidah batil Allah meresap dalam tubuh makhluk, dibawa Al-Hallaj Al-Sufi

[16] Aqidah Batil manusia meresap dalam Allah, dibawa Abu Yazid Al-Bisthami salah seorang dalam rantai sanad tarikat Naqsyabandiah Khalidiah.

[17] Allah dan Makhluk adalah satu, Aqidah batil Ibn Arabi. Kitabnya adanya dalam Maktabah, Futuhat Al-Makkiyyah.

[18] Asya’irah ada dua, Mutaawilin iaitu yang menta’wil sifat dan mufawwidah iaitu yang tidak menetapkan sifat khabariyah Cuma 13 sifat sahaja bagi Allah. Lihat kitab mereka Syarh Jauhirah At-Tauhid.

[19] Syarhu Thahawiyyah fil Aqidah As-Salafiyyah oleh Ibn Al-‘Izz Al-Hanafi anak murid kepada Ibn Kathir.